10:00 PM

Spesies Baru Keluarga Manusia dari Flores Itu...

JRR Tolkien dalam buku legendarisnya, Lord of The Ring, menempatkan para hobbit sebagai tokoh sentral yang banyal akal dan pemberani meski tingginya tak lebih dari satu meter. Dalam kehidupan nyata, dunia baru saja dihebohkan oleh temuan fosil manusia seukuran hobbit di Flores, Nusa Tenggara Timur.

Dinamai homo floresiensis, mereka sudah mampu membuat peralatan dari batu, suka berburu stegodon (gajah purba) dan komodo raksasa, serta sudah memasak dengan api.

Diumumkan hari Kamis (28/10) dalam konferensi pers di Sydney, Australia, hasil penggalian bersama ilmuwan Indonesia dengan para ilmuwan internasional itu membuktikan betapa beragamnya spesies nenek moyang manusia.

"Dengan ditemukannya spesies manusia yang endemik di Flores, bukan tidak mungkin ditemukan pula populasi serupa di Lombok, Sumbawa, Timor, dan barangkali juga Sulawesi. Mereka akan sangat berbeda perkembangannya karena kawasannya terisolir," papar Mike Morwood, lektor kepala University of New England, Australia, ketua proyek ini seperti dikutip Reuters.

MENURUT Tony Djubiantono, Asisten Deputi Arkeologi Nasional (dulu Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional), temuan ini setidaknya memiliki dua arti penting bagi dunia arkeologi Indonesia. Pertama, adanya temuan jenis homo erectus di Flores ini semakin menguatkan hipotesis tentang adanya kelanjutan antara manusia purba yang ditemukan di Jawa dan yang ada di Australia. "Bahwa, pada masa itu ada semacam migrasi dari barat ke timur, kemudian turun ke selatan," kata Tony.

Setelah berbagai temuan homo erectus di Pulau Jawa, seperti manusia Trinil, Sangiran, dan Wajak di Tulung Agung yang berasal dari masa 40.000 tahun lalu, informasi tentang keberadaan mereka seolah terputus. Para ahli arkeologi kerap menyebutnya dengan istilah missing link, apalagi kemudian tiba-tiba di Mungo (Australia) ditemukan homo erectus dari masa yang jauh lebih muda, yakni sekitar 16.000 tahun lalu.

Akan tetapi, demikian Tony Djubiantono, dengan adanya temuan di Flores ini-yang berdasarkan hasil dating menunjukkan dari masa antara 18.000 dan 30.000 tahun lalu-hipotesis yang sempat disusun oleh para ahli bahwa ada keberlanjutan kehidupan antara manusia purba di Jawa dan Australia melalui pola migrasi dari barat ke timur menjadi semakin jelas.

"Khusus bagi kita, ternyata pulau-pulau di Nusa Tenggara mempunyai potensi kearkeologian yang tinggi," ujarnya.

Arti lain dari temuan ini, kata Tony, sekaligus menunjukkan bahwa fosil-fosil dari kehidupan prasejarah itu tidak hanya terkonsentrasi di Jawa. "Artinya, bukan tidak mungkin di pulau-pulau lain ada sisa-sisa manusia purba itu," katanya menambahkan.

Keyakinan serupa juga dikemukakan Prof Dr RP Soejono, arkeolog senior yang merintis penelitian lapangan di wilayah Flores. Bahkan, dalam tim peneliti gabungan bersama sejumlah peneliti dari berbagai negara ini pun Soejono tercatat sebagai salah satu ketua tim.

"Indonesia itu kaya akan sejarah. Hanya saja, perhatian pemerintah kita yang sangat kurang. Hampir-hampir tak ada dana yang cukup untuk melakukan penelitian. Akibatnya, ya, seperti sekarang, kita seperti mengemis kepada pihak asing agar mau bekerja sama untuk membiayai kegiatan penelitian di sini. Karena mereka yang punya uang, mereka pula yang mengumumkan hasilnya. Di luar negeri. Padahal sebetulnya penelitian itu belum selesai. Alhasil, mereka yang dapat nama dan kita cuma seperti jadi penonton," kata Soejono gusar atas pengumuman tersebut.

HOMO floresiensis memang tampaknya merupakan keturunan homo erectus yang otaknya sudah berukuran besar, setinggi manusia modern, dan menyebar dari Afrika ke Asia sekitar dua juta tahun lalu.

"Manusia Flores" diduga menjadi mini-tinggi hanya satu meter-karena lingkungan tempat hidupnya terisolasi, keterbatasan makanan, dan kurangnya predator. Otaknya yang juga menyusut lebih kecil dari otak simpanse ternyata tidak membatasi perkembangan kepandaiannya.

Manusia pendek yang digambarkan sudah tidak berbulu, berkulit hitam, berkepala sebesar jeruk bali dengan hidung datar dan mata cekung itu sudah mampu melakukan berbagai pekerjaan yang kompleks.(nes/ken)

10:00 PM

HOMO FLORESIENSIS DAN FAKTA YANG TERUNGKAP SEPUTAR MITOS EVOLUSI

Sebuah tim penggalian situs purbakala di bawah pimpinan ilmuwan Australia dan Indonesia telah menemukan sisa-sisa kerangka delapan manusia dengan ukuran tubuh agak pendek dan volume otak kecil di dalam gua Liang Bua di pulau Flores, Indonesia. Fosil-fosil tersebut diberi nama Homo floresiensis (Manusia Flores), yang diambil dari nama pulau tempat ditemukannya fosil tersebut.

Salah satu kerangka, yang diperkirakan seorang perempuan berusia 30-an tahun dan meninggal sekitar 18.000 tahun lalu, tingginya hanya 1 meter. Volume otak wanita itu hanya 380 cc. Informasi ini penting, sebab ukuran otak tersebut boleh dikatakan kecil, bahkan untuk seekor simpanse sekalipun. Penyelidikan atas penemuan itu, yang diperkirakan berlaku paling tidak bagi 8 kerangka tersebut, menunjukkan bahwa H. floresiensis hidup di dalam gua ini antara 95.000 dan 12.000 tahun yang lalu. Pendapat bersama dari para ilmuwan yang meneliti perkakas dan tulang-belulang hewan yang berhasil ditemukan dalam penggalian di dalam gua tersebut adalah bahwa individu-individu H. floresiensis memperlihatkan perilaku kompleks yang memerlukan kemampuan berbicara, dengan kata lain mereka adalah manusia cerdas yang hidup bermasyarakat dan memiliki keterampilan (kemampuan berkarya). Batu-batu yang dipahat dan diasah tajam untuk keperluan tertentu ditemukan di dalam gua itu, dan keberadaan kerangka hewan memperlihatkan bahwa mereka adalah para pemburu yang berhasil, yang mampu menangkap binatang-binatang yang lebih besar dari tubuh mereka sendiri.

Apa yang telah Anda baca sejauh ini adalah fakta-fakta objektif yang sebenarnya tentang penemuan tersebut. Kini marilah kita cermati sejumlah pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh para evolusionis untuk memasukkan penemuan ini agar sesuai dengan mitos evolusi, dan mari kita pahami bagaimana sebuah penemuan yang sebenarnya memberikan pukulan keras terhadap Darwinisme ini telah diputarbalikkan menjadi alat propaganda oleh media massa Darwinis.

Tulisan ini menanggapi pernyataan evolusionis tentang H. floresiensis yang dibuat dalam laporan Ntvmsnbc.com, 28 Oktober 2004, dengan judul “Revolution in Anthropology: The Hobbits” (”Revolusi di Bidang Antropologi: Manusia Kerdil yang Hidup di Lubang). Dalam laporan ini, Ntvmsnbc.com mengabarkan penemuan H. floresiensis dengan judul “new human-like species unearthed” (”spesies baru yang mirip manusia telah diketemukan”), dan menyatakan bahwa makhluk-makhluk ini muncul di pulau Flores sebagai hasil dari “proses evolusi yang tidak diketahui.” Alasan mengapa pernyataan ini tidak memiliki keabsahan ilmiah dijelaskan di bawah ini, dan dukungan membabi buta Ntvmsnbc.com terhadap Darwinisme pun tersingkap.

peNIPUAN tentang “spesies mirip manusia”

Alasan mengapa para ilmuwan memilih memberi nama fosil tersebut H. floresiensis adalah sebagaimana berikut: ketika para peneliti, yang sedari awal menerima gagasan bahwa manusia muncul melalui proses evolusi, menemukan fosil yang berasal dari ras-ras manusia zaman dulu, mereka memberinya nama sedemikian rupa agar cocok dengan mitos evolusi yang mereka munculkan dalam benak mereka. Metoda yang digunakan untuk melakukan hal ini didasarkan pada penafsiran yang dilebih-lebihkan tentang variasi (*) antar ras-ras manusia zaman dulu, dan variasi antara ras-ras tersebut dengan manusia modern. Dengan cara inilah mereka mengumumkan fosil-fosil tersebut sebagai “spesies baru.”

Fosil-fosil H. floresiensis juga merupakan produk dari metoda ini, dan penjelasannya sebagai spesies baru didasarkan hanya pada praduga evolusionis.

Kenyataan yang sebenarnya adalah bahwa penggambaran H. floresiensis sebagai spesies manusia baru tidak menambahkan dukungan apa pun terhadap teori evolusi. Sebaliknya, penemuan ini mengungkap betapa sesungguhnya pernyataan seputar hal tersebut telah dipaksakan.

1. Mustahil memastikan garis batas pemisah spesies dengan melihat pada tulang-belulang

Gagasan tentang spesies biologis digunakan di masa kini untuk makhluk-makhluk hidup yang dimasukkan dalam kelompok yang sama yang dapat melangsungkan perkawinan dan menghasilkan keturunan yang sehat. Definisi ini didasarkan pada kemampuan bereproduksi dengan sesama sebagai garis pemisah antarspesies. Akan tetapi mustahil untuk mengetahui: dengan makhluk hidup manakah suatu makhluk hidup mampu bereproduksi, hanya dengan mengamati tulang-belulang yang telah menjadi fosil dari makhluk hidup yang hidup di masa lampau.

Pengelompokan berdasarkan pada tingkat kesamaan antar tulang-belulang (dengan kata lain variasi-variasi yang diperlihatkan di antara mereka) mungkin tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti secara ilmiah. Hal ini dikarenakan meskipun sejumlah spesies (seperti anjing) memperlihatkan variasi yang besar, spesies lain (seperti citah) diketahui memiliki hanya sedikit variasi.

Oleh karena itu, ketika fosil yang berasal dari spesies punah diketemukan, variasi yang teramati mungkin bersumber pada satu di antara dua sebab. Variasi ini berasal dari satu spesies yang memiliki variasi yang besar atau dari beberapa spesies berbeda yang menunjukkan variasi yang sedikit. Akan tetapi tidak ada cara untuk mengetahui mana di antara dua kemungkinan ini yang benar-benar berlaku. Bahkan, Alan Walker, pakar paleoantropologi dari Pennsylvania State University, yang juga seorang evolusionis, mengakui kenyataan ini dengan mengatakan bahwa seseorang tidak dapat mengetahui apakah suatu fosil merupakan perwakilan dari komunitas (masyarakat) dari mana ia berasal atau tidak. Dia menyatakan lebih jauh bahwa seseorang tidak dapat mengetahui apakah fosil tersebut berasal dari salah satu dari ujung-ujung rentang spesies yang ada, atau di salah satu bagian di tengahnya. (i)

Richard Potts, seorang evolusionis dan antropolog lain, yang juga direktur Human Origins Program (Program Asal Usul Manusia) di Smithsonian Institution, Washington, mengakui kebenaran yang sama tersebut dalam ucapannya: “Menurut pikiran saya sangatlah sulit untuk mengatakan, hanya dari tulang-belulang, di mana garis-garis batas pemisah spesies berada.” (ii)

2. Menyatakan keseluruhan ciri suatu spesies hanya dari sejumlah kecil fosilnya adalah keliru.

Para evolusionis menampilkan fosil-fosil H. floresiensis sebagai suatu spesies terpisah, dan menganggap volume otaknya yang kecil dan kerangkanya yang pendek sebagai ciri-ciri spesies tersebut. Namun, faktanya adalah bahwa individu-individu mungkin saja tidak membawa seluruh sifat-sifat yang terdapat dalam perbendaharaan gen populasi (population gene pool, yakni sekumpulan gen-gen yang memunculkan suatu spesies) di dalam tubuh mereka. Dengan kata lain, ciri-ciri yang diperlihatkan oleh individu-individu mungkin saja bukan ciri-ciri yang pada umumnya diperlihatkan dalam populasi tersebut. Dan itulah yang terjadi, semakin sedikit jumlah fosil yang diteliti, semakin besar kemungkinan terjadinya kesalahan dalam membuat anggapan bahwa ciri-ciri mereka merupakan ciri-ciri dari keseluruhan populasi dari mana mereka berasal. Robert Locke, editor majalah Discovering Archaeology, telah menjelaskan hal ini dengan sebuah pemisalan sederhana. Dia mengatakan bahwa jika seorang paleoantropolog masa depan menemukan tulang-belulang milik seorang pemain bola basket profesional, maka manusia abad dua puluh satu mungkin terlihat sebagai suatu spesies raksasa. Dia menyatakan lebih lanjut bahwa sebaliknya jika kerangka itu milik seorang joki, maka kita akan terlihat sebagai makhluk berkaki dua yang pendek dan kecil. (iii)

Singkatnya, menampilkan H. floresiensis sebagai suatu spesies terpisah berdasarkan pada volume otaknya yang kecil dan kerangkanya yang pendek, dan anggapan bahwa keseluruhan individu (keseluruhan anggota populasi asalnya) memiliki ciri-ciri yang sama tersebut, adalah sebuah kekeliruan. Fosil-fosil ini mungkin dapat dianggap sebagai variasi-variasi yang terlihat pada ras-ras manusia masa lampau yang hidup di zaman itu. Sesungguhnya, itulah kebenaran yang mengemuka ketika pengkajian terhadap H. floresiensis tidak dibatasi pada segi anatominya saja.

H. floresiensis: RAS MANUSIA ZAMAN DULU

Seorang manusia mungkin saja kerdil, bervolume otak kecil, memiliki rahang sedikit menonjol atau berdahi sempit. Ia bahkan mungkin berjalan membungkuk dengan punggung menonjol akibat penyakit persendian. Akan tetapi, ciri-ciri anatomis seperti itu tidak menjadikan orang tersebut tergolong dalam suatu spesies di luar manusia.

Orang-orang kerdil modern merupakan bukti hidup akan hal ini. Menurut situs internet the Guinness Records, Tamara de Treaux dari Amerika adalah aktor film layar lebar yang tingginya 77 cm (2 kaki 7 inci). Weng Wang asal Filipina adalah seorang aktor pendek lainnya dengan tinggi badan 83 cm (2 kaki 9 inci). Pasangan pengantin bertubuh terpendek adalah warga Brazil Douglas da Silva (90 cm / 35 inci) dan Claudia Rocha (93 cm / 36 inci). (iv)

Persis sebagaimana orang-orang ini, individu-individu H. floresiensis memiliki kemampuan berkarya dan kemampuan berbahasa, menjalani kehidupan bermasyarakat dan memiliki kecerdasan. H. floresiensis sudah pasti merupakan sebuah penemuan penting khususnya untuk menunjukkan bahwa manusia pada kenyataannya dapat memiliki volume otak yang sedemikian kecil.

Jadi, bagaimana orang-orang ini bisa memiliki volume otak yang sedemikian kecil dan kerangka yang pendek?

Dalam tulisan mereka yang diterbitkan jurnal Nature, (v, vi) para ilmuwan yang menemukan H. floresiensis menyinggung dua kemungkinan berkenaan dengan ukuran fosil-fosil ini. Yang pertama adalah kelainan yang muncul sebagai hasil dari mutasi genetis. Salah satu nama terkemuka dari kelompok penelitian itu, paleoantropolog Peter Brown, menjelaskan dalam sebuah wawancara yang dimuat dalam situs majalah Scientific American bagaimana volume otaknya terlalu kecil untuk penderita kelainan seperti itu (kerdil karena kelainan pada kelenjar pituitary (pituitary dwarves) atau berkepala kecil sejak lahir (microcephalic dwarves). Brown mengatakan bahwa tidak ada tanda-tanda kelainan seperti itu telah ditemukan pada anatomi H. floresiensis, akan tetapi sulit juga mengesampingkan kemungkinan tersebut (vii). Kemungkinan kedua, yang lebih menjadi pusat perhatian para ilmuwan, adalah bahwa H. floresiensis mungkin telah dipengaruhi oleh sebuah proses yang dikenal sebagai dwarfisme pulau (island dwarfism).

Dwarfisme pulau menjelaskan makhluk hidup yang terpisahkan secara geografis dari populasi di daratan induk mengalami pengecilan ukuran tubuh secara bertahap akibat tidak mencukupinya sumber makanan setempat. Proses ini diketahui dengan baik dari fosil-fosil mamalia yang ditemukan di pulau-pulau. Misalnya, diperkirakan bahwa gajah dengan tinggi tubuh 1 meter yang ditemukan di pulau Sisilia dan Malta berubah menjadi kerdil sedikitnya 5.000 tahun setelah terdampar di pulau tersebut dan terpisahkan dari gajah-gajah berketinggian 4 meter. (viii) Penjelasan ini disalah-artikan oleh Ntvmsnbc.com dan H. floresiensis dinyatakan “telah mengalami sebuah proses evolusi yang tidak diketahui di pulau tersebut.” Namun kenyataannya, dari segi apa pun dwarfisme pulau tidak mendukung teori evolusi. Suatu makhluk hidup yang mengalami proses pengecilan ukuran tubuh sama sekali tidak berarti mendapatkan sifat genetis baru apa pun, dan tidak berubah menjadi makhluk hidup lain. Yang terjadi hanyalah pengecilan ukuran dalam batas yang dimungkinkan oleh perbendaharaan genetis (genetic pool)-nya. Oleh karena makhluk hidup baru ataupun sifat baru yang didasarkan pada informasi genetis yang lebih kompleks tidak muncul, maka tidak terjadi “evolusi” apa pun di sini. Misalnya, sebuah radio mini yang dibuat oleh para insinyur masih merupakan sebuah radio, dan tidak ada perkembangan yang mungkin menjadikannya berfungsi sebagai televisi telah terjadi. Sama halnya seperti radio mini yang tidak berevolusi menjadi televisi, H. floresiensis pun tidak berevolusi menjadi bentuk makhluk hidup yang lain. Oleh sebab itu, pernyataan Ntvmsnbc.com tentang H. floresiensis berisi propaganda Darwinis tanpa dasar.

PERKAKAS YANG MEREKA GUNAKAN MERUPAKAN BUKTI BAHWA H. floresiensis ADALAH RAS MANUSIA ZAMAN DULU

Menurut skenario dwarfisme, H. floresiensis dianggap merupakan garis keturunan dari Homo erectus. Pembenaran atas dugaan ini adalah sebagai berikut: Pada tahun 1998, M.J. Morwood, salah seorang peneliti yang menemukan H. floresiensis, melaporkan bahwa mereka telah menemukan perkakas batu yang berusia sekitar 800.000 tahun di penggalian-penggalian sebelumnya di pulau tersebut. (ix) Tidak hanya perkakas ini saja yang menyerupai perkakas buatan H. erectus, akan tetapi anatomi wajah H. floresiensis juga secara umum mirip H. erectus. (x) Tambahan lagi, wilayah Asia Tenggara di mana pulau tersebut terletak adalah salah satu kawasan tempat H. erectus hidup dalam rentang waktu yang lama. Sebuah tulisan yang diterbitkan jurnal Science pada tahun 1996 memaparkan bukti bahwa H. erectus sempat hidup di Jawa, sebuah pulau di Indonesia seperti halnya Flores, hingga sedekat 27.000 tahun yang lalu. (xi)

Semua ini menunjukkan bahwa H. floresiensis adalah satu variasi dari H. erectus dan keduanya mungkin pernah hidup sezaman selama puluhan ribu tahun. (Meskipun digambarkan sebagai satu spesies terpisah dari manusia modern oleh para evolusionis, H. erectus sesungguhnya adalah suatu ras manusia zaman dahulu.

10:00 PM

Ruang Raksasa Dalam Atom


Udara, air, gunung, binatang, tumbuhan, tubuh anda, kursi yang anda duduki, singkatnya segala yang anda saksikan, sentuh dan rasakan, dari yang paling berat hingga yang paling ringan tersusun atas atom-atom. Setiap halaman yang anda baca tersusun atas miyaran atom. Atom adalah partikel yang sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop yang paling hebat sekalipun. Diameter atom hanyalah berkisar seper satu juta milimeter.

Tidaklah mungkin bagi seseorang untuk melihat benda sekecil ini. Di bawah ini dipaparkan sebuah contoh untuk memahami dimensi atom:

Anggaplah bahwa anda memegang sebuah kunci di tangan. Sudah pasti, mustahil bagi anda untuk melihat atom-atom pada kunci tersebut. Jika anda bersikeras untuk melihat atom penyusun kunci tersebut, maka anda harus memperbesar kunci menjadi seukuran bumi. Jika anda telah berhasil melakukan pembesaran ini, maka atom-atom yang menyusun kunci tersebut akan terlihat berukuran sebesar buah cherry.

Di bawah ini satu lagi contoh agar kita dapat lebih memahami betapa kecilnya atom, dan bagaimana atom memenuhi segala tempat dan ruang yang ada.

Anggaplah kita ingin menghitung semua atom yang ada dalam sebutir garam dan anggaplah kita mampu menghitung satu milyar atom per detik. Kendatipun kita sangat terampil dalam berhitung, kita akan memerlukan lebih dari lima ratus tahun untuk menghitung jumlah keseluruhan atom yang menyusun sebutir garam yang sangat kecil ini. Subhanallaah…ini baru sebutir garam, bagaimana dengan jumlah atom yang menyusun alam semesta dan seisinya?

Kendatipun ukurannya yang teramat mungil, terdapat sebuah susunan yang sempurna, tanpa cacat, unik dan kompleks dalam atom tersebut yang kecanggihannya dapat disejajarkan dengan sistem yang kita lihat ada pada jagat raya.

Setiap atom tersusun atas sebuah inti dan sejumlah elektron yang bergerak mengikuti kulit orbital pada jarak yang sangat jauh dari inti. Di dalam inti terdapat partikel lain yang disebut proton dan netron.

Kekuatan Tersembunyi pada Inti

Inti atom terletak di bagian paling tengah dari atom dan terdiri dari proton dan netron dengan jumlah sesuai dengan sifat-sifat atom tersebut. Jari-jari inti atom berukuran sekitar seper sepuluh ribu jari-jari atom. Untuk menuliskannya dalam angka, jari-jari atom adalah 10-8 (0,00000001) cm, jari-jari inti adalah 10-12 (0,000000000001) cm. Jadi, volume inti atom adalah setara dengan seper sepuluh milyar volume atom.

Dikarenakan kita tidak dapat membayangkan benda sekecil ini, marilah kita ambil permisalan buah cherry di atas. Atom-atom akan terlihat sebesar buah cherry ketika kunci yang anda pegang diperbesar hingga mencapai ukuran bumi. Akan tetapi perbesaran ini masih sama sekali belum memungkinkan kita untuk melihat inti atom yang terlalu kecil untuk dilihat. Jika kita benar-benar ingin melihatnya maka kita harus meningkatkan perbesaran sekali lagi. Buah cherry yang mewakili ukuran atom harus diperbesar hingga menjadi sebuah bola raksasa dengan diameter dua ratus meter. Bahkan dengan perbesaran ini, inti atom tersebut berukuran tidak lebih dari sebutir debu yang teramat kecil.

Ketika kita bandingkan diameter inti atom yang berukuran 10-13 cm dan diameter atom itu sendiri, yakni 10-8 cm, maka yang kita dapatkan adalah sebagaimana berikut: jika kita asumsikan atom tersebut berbentuk bola, maka untuk mengisi bola tersebut hingga penuh, kita akan membutuhkan 1015 (1,000,000,000,000,000) inti atom!

Ada lagi yang lebih mengherankan: kendatipun ukuran inti hanya seper sepuluh milyar ukuran atomnya, inti tersebut memiliki berat 99,95% dari keseluruhan berat atom. Dengan kata lain, hampir seluruh berat atom terpusatkan pada inti. Misalkan anda memiliki rumah dengan luas 10 milyar m2 dan anda harus meletakkan semua perabotan rumah tangga dalam kamar seluas 1 m2 di dalam rumah tersebut. Mampukah anda melakukan hal ini? Sudah pasti anda tidak mampu melakukannya. Akan tetapi inilah yang terjadi pada inti atom akibat sebuah gaya yang sangat kuat yang tidak ada duanya di alam ini. Gaya ini disebut “strong nuclear force (gaya inti kuat)”, satu di antara empat gaya fundamental yang ada di alam semesta yakni: 1. strong nuclear force (gaya inti kuat), 2. weak nuclear force (gaya inti lemah), 3. gravitational force (gaya grafitasi), dan 4. electromagnetic force (gaya elektromagnetik).

Gaya inti kuat, yang merupakan gaya paling kuat yang ada di alam, mengikat inti atom sehingga stabil dan mencegahnya dari pecah berkeping-keping. Semua proton-proton pembentuk inti bermuatan positif dan, oleh karenanya, mereka saling tolak-menolak akibat gaya electromagnetik mereka yang sejenis. Akan tetapi, gaya inti kuat yang memiliki kekuatan 100 kali lebih besar dari gaya tolak-menolak proton ini menjadikan gaya electromagnetik tidak efektif. Hal inilah yang mampu menjadikan proton-proton pada inti terikat dan bergabung pada inti atom.

Singkat kata, terdapat dua gaya yang saling berinteraksi dalam sebuah atom yang amat kecil. Inti atom tersebut dapat terus-menerus berada dalam keadaan terikat dan stabil disebabkan karena gaya-gaya yang memiliki nilai yang akurat ini.

Ketika kita memperhatikan ukuran atom yang sangat kecil dan kemudian jumlah keseluruhan atom di jagat raya, sungguh tidak sepatutnya kita tidak mampu memahami adanya keseimbangan dan rancangan yang luar biasa pada alam ciptaan Allah ini. Sungguh jelas bahwa gaya-gaya fundamental di alam telah diciptakan Allah secara khusus dengan ilmu, hikmah dan kekuasaan yang maha besar.

11:57 AM

Munculnya Species Manusia Baru

Munculnya Species Manusia Baru
http://i83.photobucket.com/albums/j309/aegis-1/bocahbiru.jpg
Fenomena “Bocah Biru” belakangan ini menjadi perhatian para ilmuwan di Rusia. Majalah Journal Trust Rusia pada 8 Desember 2005 lalu melaporkan, berdasarkan penjelasan beberapa ilmuwan dari lembaga ilmu pengetahuan sosial Rusia, diyakini bahwa di atas bumi saat ini telah muncul suatu species “manusia baru” yang disebutnya sebagai ”Bocah Biru”.

Para ilmuwan mengatakan mereka memiliki kekuatan supernormal, dapat melihat fenomena ganjil, dan dapat meramal peristiwa yang akan terjadi. Ciri khas mereka adalah berinteligensi tinggi, berintuisi tinggi, sangat sensitif dan lain-lain. Dari gambar foto medan energi ditubuhnya ditemukan, warna biru yang mewakili kekuatan spiritual, tampak jelas sekali di tubuh mereka, sehingga disebut “Bocah Biru”. Atas hal ini, sejumlah besar ilmuwan masih belum percaya.

Menengok catatan kalender bangsa Maya kuno, disebutkan bahwa dari awal hingga akhir bumi terbagi menjadi 5 siklus matahari, masing-masing mewakili 5 kali bencana besar, yaitu bencana banjir dahsyat, ada yang berpendapat itu terjadi pada masa Nabi Nuh dengan perahu besarnya sebagaimana dikatakan dalam kitab Injil; bencana angin topan, bangunan-bangunan di seluruh dunia hancur tertiup angin topan; bencana hujan lebat, bumi mengalami bencana hujan lebat; bencana gempa bumi, bumi mengalami bencana gempa bumi dahsyat.

Keempat bencana ini sudah terbukti, sedangkan bencana yang ke-5 adalah “kiamat”, dan menurut perhitungan kalender Maya akan terjadi pada 22 Desember 2012. Saat itu matahari dan bumi membentuk satu garis lurus, persis seperti ujung panah menuju pusat galaksi. Dan dikatakan, bahwa orang-orang yang berkemampuan setaraf dengan “Bocah Biru” itu baru bisa selamat dari bencana tersebut, dan diramalkan mereka akan berperan besar.

Fenomena Baru “Bocah Indigo” (“Bocah Biru”)

Penelitian di Rusia menunjukan bahwa sekitar 95 persen anak-anak yang lahir sejak 1994 tergolong “Bocah Biru”. Hal itu bisa dibuktikan melalui lingkaran cahaya biru di sekeliling tubuh mereka.

Fungsi organ dalam anak-anak ini juga telah mengalami perubahan yakni sistem kekebalan tubuh mereka lebih kuat beberapa kali lipat dibanding orang pada umumnya, kebal terhadap penyakit, bahkan dapat melawan penyakit AIDS, dan DNA mereka juga tidak sama.

Para ilmuwan menduga, bahwa mungkin dikarenakan variasi gen, ribuan warga di bumi sudah bukan tergolong “manusia lama” lagi, sebuah spesies manusia yang baru sedang lahir, meskipun perkembangan proses ini lamban namun diyakini benar-benar sedang muncul.

Ciri khas psikologis dan perilaku “Bocah Indigo” ini sangat unik dan ganjil, sehingga dengan demikian, mereka perlu pola pendidikan yang baru. Tidak boleh mengabaikan permintaan mereka, jika tidak, mungkin dapat mengakibatkan inteligensi dan pikiran species “manusia baru” ini menjadi kacau. Mungkin mereka membuka sebuah perintis zaman yang baru, sesuatu yang masib belum kita ketahui. Fenomena “Bocah biru” ini banyak terjadi di depan kita.

Ada beberapa kasus kemunculan “Bocah Indigo” di beberapa negara. Misalnya, di Latvia, ada seorang gadis cilik yang cantik, ia suka menceritakan pemandangan dalam perjalanannya di tengah alam semesta pada tengah malam. Saat ia berusia 5 tahun, ayahnya dengan terheran-heran mendapati dirinya mengetahui banyak pengetahuan tentang alam semesta. Meskipun ia tidak begitu percaya dengan ucapan anaknya, namun ketika ia memperbaiki mobil tuanya, selalu mendapat petunjuk dari gadis kecil itu. “Saya tidak tahu bagaimana ia bisa mengetahuinya, tetapi ia selalu tahu bagian yang tidak beres dengan mobilnya,” ujarnya.

http://i83.photobucket.com/albums/j309/aegis-1/borische.jpg

Borische Tipikal “Bocah Biru”

Di sebuah daerah di Rusia, pada 1997 lahir seorang bocah laki-laki yang tidak lazim. Saat ibunya melahirkan dipagi hari yang cerah, segalanya tampak sedikit ganjil. Ibunya mengatakan, “Semuanya terjadi begitu cepat, hingga saat saya belum merasakan sakit apapun, Boriska sudah lahir. Ketika suster memperlihatkan bayi itu kepada saya, bocah itu justru menatap saya dengan tatapan seorang ginekolog, namun, saya tahu bayi yang baru lahir tidak mungkin memusatkan perhatian pada hal apapun,” demikian pengakuan Nadezhda Kipriyanovich, ibu Boriska.

Saat ibu itu membawa Borische pulang ke rumah, diketahui anak ini semakin tidak seperti biasanya. Ia hampir tidak pernah menangis juga tidak pernah sakit, saat menginjak usia 8 bulan, ia sudah bisa mengucapkan kata-kata secara utuh, tidak ada kesalahan dalam hal pengucapan maupun tata bahasa. Begitu juga dalam memperlakukan mainan yang diberikan ayahnya, ia juga bisa menggunakan prinsip geometri dan secara tepat merakit kembali mainannya.

Saat Boris menginjak usia 2 tahun, ia mulai mencoret-coret beberapa benda dengan warna biru dan lembayung. Psikolog yang mendeteksi hasil corat-coretnya menyebutkan, mungkin ia sedang mencoba melukis suatu lingkaran cahaya yang ditebarkan manusia. Belum juga menginjak usia 3 tahun, ia sudah bisa menjelaskan sejumlah pengetahuan yang berhubungan dengan fenomena alam semesta kepada orang tuanya. Ibunya mengatakan, “Ia dapat menyebutkan semua nama planet dalam sistem tata surya, bahkan nama satelit buatan; bahkan bisa menghitung nama dan jumlah galaksi. Awalnya, saya merasa ini agak mengerikan, saya berpikir apa anak saya bermasalah dengan jiwanya. Namun, saya putuskan untuk memeriksa sejenak apakah nama-nama yang disebutkan itu benar atau tidak, dan setelah saya menemukan sejumlah buku astronomi, ternyata apa yang disebutkannya itu benar”.

Sehubungan dengan kemampuannya itu, Borische menjadi populer di kampung halamannya. Orang-orang sangat penasaran, bagaimana ia bisa mengetahui begitu banyak hal tentang astronomi. Borische bersedia menerangkan pada pengunjung tentang peradaban di luar alam semesta. Ia mengatakan bahwa manusia purba tingginya 3 meter lebih; bahkan kepada orang-orang ia meramalkan perubahan iklim di masa datang dan sejumlah perubahan di dunia. Setiap orang sangat tertarik mendengar hal-hal yang diceritakan si bocah, namun, tidak ada yang mau percaya dengan cerita-cerita ini. Demi keamanan, orang tuanya memutuskan memberikan pembaptisan kepadanya, mereka beranggapan mungkin anak ini terpikat oleh roh jahat.

Tidak lama kemudian, Boriska kembali mulai menceritakan kejahatan yang dilakukan manusia. Ia bisa menarik seseorang yang berjalan di jalan raya, dan memintanya agar berhenti dan menjauhi narkotika, bahkan memberitahu pada laki-laki dewasa yang hilir mudik, agar jangan membohongi istri sendiri. Peramal cilik ini bahkan mengingatkan orang-orang mengenai bencana, wabah penyakit dan lain sebagainya yang akan segera tiba di dunia manusia, tindakan atau perilakunya yang ganjil ini membuat orang tuanya semakin bingung.

Belakangan Nadezhda memperhatikan, sang anak kerap merasa menderita, bahkan ia juga dapat merasakan siksaan yang dialami anaknya. Ketika kapal selam nuklir Rusia Kursk tenggelam di dasar laut, seluruh badan Borische merasa sakit; ketika terjadi peristiwa penyanderaan anak-anak sekolah di Rusia belum lama ini, ia semakin menderita, bahkan beberapa hari itu ia menolak pergi ke sekolah. Ketika ditanya perasaannya atas peristiwa penyanderaan itu, ia mengatakan perasaannya seperti terbakar, sebab dia tahu akhir dari penyanderaan itu akan sangat tragis. Tetapi, terhadap masa depan Rusia dia merasa sangat optimis, “Kondisi negeri ini perlahan-lahan akan mengalami perbaikan, namun, segenap bumi mungkin akan mengalami 2 kali bencana yang berhubungan dengan air pada tahun 2009-2013”.

“Kekuatan supranatural” atau Kelainan?

Ketika musim panas 2005 ini, para ilmuwan dari lembaga penelitian radio dan magnetis bumi dari akademi ilmu pengetahuan sosial Rusia berhasil menangkap lingkaran cahaya di tubuh Boriska. Professor Vladislav Lugovenko mengatakan, “Ia memiliki spektrum energi yang berwarna biru tua, ini berarti bahwa ia adalah seorang yang bahagia dan berinteligensi tinggi. Kemampuan otak manusia yang paling unik adalah dapat menyimpan pengalaman, perasaan dan pikiran manusia serta sejumlah informasi alam semesta. Bahkan ada beberapa anak malah dapat melukiskan tentang ruang alam semesta.” Menurutnya, setiap orang bisa mengadakan hubungan atau kontak dengan cakrawala melalui saluran rohani.

Professor mengatakan di bawah bantuan alat khusus, tidak tertutup kemungkinan dapat mendeteksi sejumlah kekuatan supranatural manusia yang terpendam. Ilmuwan dari berbagai negara di dunia saat ini sedang melakukan penelitian secara luas, mencoba menyingkap rahasia kekuatan supranatural anak-anak. Ia menyatakan, “Jelas sekali Borris adalah salah satu contoh tipikal “Bocah Biru”, ia mengemban misi khusus yang mengubah planet kita. Di China, India, Vietnam dan negara lain di dunia pernah melihat bocah seperti ini. Dan saya berani pastikan bahwa yang menciptakan peradaban baru di masa yang akan datang pastilah mereka.”

Namun, banyak juga ilmuwan yang bersikukuh dengan pendapat yang berbeda. Menurut dunia ilmu kedokteran, anak-anak ini mungkin menderita “gejala (penyakit) konsentrasi yang tidak terpusat”. Psikolog menyarankan, perbanyak mendengar suara anak-anak, supaya mereka merasa dapat diterima oleh kita, dengan demikian akan bisa secara efektif memecahkan masalah “bocah biru” ini. Seorang penganut mistisisme yang terkenal di Rusia, Drunwalo Melhisedek juga bersikukuh menganggap, bahwa kondisi seperti ini mungkin disebabkan gen anak-anak sekarang mengalami mutasi, sehingga menyebabkan reaksi khusus pada jiwa dan inteligensi anak-anak. “Ini mungkin suatu pancaran berbentuk gelombang yang terpancar dari tubuh kita sendiri, atau mungkin juga efek dari medan magnet bumi kita, jadi setiap orang bisa saja menjadi “bocah biru”!demikian ujarnya.

Ciri Khas Mereka

Definisi “bocah Indigo”, dikutip dari sebuah buku “Indigo Child” yang ditulis bersama Lee Carrol dan Jan Tober. Dalam buku tersebut, ia menggunakan kata “biru tua” untuk melukiskan semua anak-anak baru yang memasuki bumi. Tetapi, bocah biru tua menampakkan suatu sifat psikologis yang serba baru dan lain dari yang lain, serta punya perilaku-perilaku yang sangat berbeda dengan sebagaian besar ketakjuban seperti sebelumnya. Mereka mempunyai keunikan yang sama, sehingga orang-orang yang saling berinteraksi dengan mereka perlu mengubah sikap dan menyesuaikan pola pendidikan anak-anak ini.

Berikut ini adalah 10 besar ciri khas “bocah Indigo” :

1.
Mereka mempunyai bau keturunan raja sejak lahir, dan kerap memanifestasikannya
2.
Mereka memiliki rasa “ini adalah tempat saya semestinya”, dan akan merasa sangat ganjl bila melihat orang lain tidak berpikir demikian
3.
“Harga diri” bukan soal, mereka kerap memberitahu orang tua tentang “siapa mereka”
4.
Mereka tidak akan melakukan hal yang spesifik, misalnya berbaris berurutan adalah suatu hal yang sulit bagi mereka
5.
Terhadap hal yang kaku dan tidak memerlukan kreatifitas, ia merasa tidak terbiasa
6.
Baik di rumah atau sekolah, biasanya mereka dapat menemukan cara kerja yang lebih baik, sehingga mereka dianggap sebagai perusak tata tertib yang sudah berjalan
7.
Biasanya mereka introvek (menyembunyikan perasaan), merasa tidak ada orang di dunia ini yang dapat memahami mereka
8.
Mereka tidak pernah pelit terhadap kebutuhan pribadi
9.
Kemampuan “mata batin” mereka secara umum sangat kuat, bisa langsung mengetahui permainan orang dewasa
10.
Mudah hanyut dalam kecanduan dan kebiasaan jelek lainnya.


Mengaku dari Planet Mars

Sebelumnya pernah dikutip laporan Truth Report Rusia pada 12 Maret 2004 mengenai sosok Boriska. Disebutkan bahwa anak lelaki dari kawasan utara Rusia ini mengaku berasal dari Mars, bahkan memiliki bakat bawaan yang menakjubkan dan kepandaian yang luar biasa. Perjalanannya ke Bumi pun ditempuh dengan sulit dan jauh.

Dan yang lebih fantastis lagi adalah, bocah laki-laki ini bahkan secara hidup menceritakan tentang peradaban Martians yang tenggelam di dasar laut dalam legenda kuno manusia. Dan menurut penuturan bocah laki-laki ini, ketika ia tiba di bumi dari planet Mars persis mendarat di sana, dan memahami sekali kehidupan mahluk di sana.

Menurut laporan, Boriska lahir di sebuah rumah sakit di pedesaan terpencil di kota kecil Rusia pada 11 Januari 1996. Secara permukaan terlihat orang tuanya cukup bersahaja, lugu dan baik hati. Ibunya, Nadezhda adalah orang baik, seorang dokter kulit di sebuah rumah sakit umum. Sedangkan ayah sang bocah adalah seorang pensiunan perwira tentara.

“Tidak pernah ada orang yang mengajarinya tentang hal-hal itu, namun kadang kala ia melipat kaki dan duduk menyilang, bicara dengan tenang dan penuh keyakinan akan hal-hal yang misterius. Ia suka bicara tentang planet Mars, sistem planet, dan peradaban yang sangat jauh sekali. Kami benar-benar tidak berani percaya dengan pendengaran kami. Sejak usia 2 tahun, setiap hari ia seperti membaca kitab suci membicarakan tentang alam semesta, dan kisah dunia lainnya yang tak terhitung banyaknya juga tentang angkasa yang tiada batasnya,” demikian Nadezhda mengenangnya.

Sejak saat itulah, Boriska terus berkata pada orang tuanya, bahwa dulu ia tinggal di Mars. Ketika itu, ada sejenis manusia tinggal di planet Mars, oleh karena terjadi sebuah bencana dahsyat yang mematikan, lapisan atmosfer di atas planet Mars lenyap total, sehingga penduduk di atas planet Mars itu terpaksa harus hidup di kota bawah tanah. Dan sejak itu, ia sering keluar berdagang dan berkunjung ke bumi dengan tujuan mengadakan penelitian, lagi pula ia hanya seorang diri mengendarai pesawat antariksa.

Dengan agak serius Boriska juga memrediksi dan mengatakan, bahwa pada tahun 2009 akan terjadi bencana besar yang pertama kalinya di sebuah daratan di atas bumi, dan bencana kedua kalinya yang lebih menghancurkan lagi akan terjadi pada tahun 2013.


Berita ini cukup lama jg,tp blom ada yg posting /heh

11:57 AM

ReviewReviewReview “Kalau sedang mendapat `pesan alam`, tangan Annisa biasanya bergerak mencoret-coretkan pesan itu ....


pertama-tama .... lihat di JPEG yang kupasang. Amati perubahannya ... jika bisa merasakan .... berarti anda Indigo (temporarie)

indigo vyasa aida


Setelah selama ini hanya menyebarkan ilmunya lewat ceramah-ceramah dan kuliah, Annisa Rania Putri kini mulai menjangkau lebih banyak orang. Bocah ajaib berusia 9 tahun itu menerbitkan sebuah buku yang berisi kumpulan tulisannya selama ini, yang diberi judul Hope Is on the Way: Kumpulan Pesan Alam.

Rabu (10/9) malam, ditemani ayah-ibunya, Annisa mampir ke kantor Surya untuk berbagi cerita tentang bukunya (yang baru diluncurkan di Jakarta 29 Agustus lalu), sekaligus melakukan tanya jawab dengan awak redaksi Surya yang penasaran dengan kelebihan Annisa.

Bocah yang menguasai bahasa Inggris, Arab, Korea dan Belanda tanpa belajar secara formal itu memang memiliki daya linuwih, kemampuan supranatural. Ia bisa melihat hal-hal ghaib yang tak bisa ditembus penglihatan orang awam; ia bisa menjangka masa depan, menyembuhkan orang sakit, serta melatih meditasi orang-orang dewasa.

Bahkan, saat berusia 6 tahun, Annisa sudah merancang arsitektur sebuah bangunan megah berlantai empat di kawasan Kelapa Gading, Jakarta.

“Buku ini berisi kumpulan ceramah dan kuliah saya di berbagai tempat dan waktu. I just fixed some of them (Saya cuma memperbaiki beberapa saja) sebelum diterbitkan,” tutur Annisa yang tak bisa berbahasa Indonesia.

Perihal bahasa ini, orangtua Annisa (pasangan dr Arwin SpKj dan Yenni Handojo) beberapa kali sempat miskomunikasi dengan anaknya itu.
“Suatu saat, karena beberapa kali kami sempat tidak menangkap bahasa Annisa, dengan polos dia berujar `kenapa kok orangtua saya bodoh begini`,” tutur Yenni, yang tak pernah tersinggung tapi justru terhibur dan bersyukur memiliki anak Annisa yang dilahirkannya secara caesar di Jakarta pada 5 Juli 1999.

Meski masih anak-anak, buku Annisa jelas bukan untuk konsumsi anak-anak, apalagi anak seusianya. Bahkan remaja-pun belum tentu bisa mencerna pesan yang disampaikan Annisa dalam bukunya, yang diterbitkan kelompok penerbit Gramedia itu.

Sebab, isi pesan-pesan dalam tulisan Annisa memang `kelas berat`, filosofis dan mungkin baru bisa ditangkap oleh orang-orang dewasa atau yang sudah `tercerahkan`. Dia membahas, misalnya, tentang Misteri Kebijaksanaan, Kasih dan Keadilan serta makna puasa.

Semua isi buku itu berasal dari `pesan-pesan alam` yang bisa ditangkap Annisa kapan saja. Bisa tiba-tiba di sela-sela pembicaraan dengan orang lain, tapi kerap di keheningan malam.
“Kalau sedang mendapat `pesan alam`, tangan Annisa biasanya bergerak mencoret-coretkan `pesan alam` itu atau bibirnya seperti mengucapkan sesuatu. Hurufnya tak bisa dipahami orang lain kecuali dia sendiri,” kata Yenni.

Kelebihan Annisa sudah diakui banyak pihak. Wapres Jusuf Kalla pernah mengundangnya, berbagai universitas terkenal telah memintanya untuk memberi ceramah dan sebuah majelis taklim yang beranggotakan orang-orang kelas menengah-atas di Jakarta kerap mengundang Annisa.

Bocah itu juga memberi pelatihan dan konsultasi pada beberapa kelompok meditasi di ibukota.
Kalau sampai sekarang Annisa belum bersekolah, bukan bebarti orangtuanya membiarkannya. “Tapi, ketika sekolah, di dalam kelas justru gurunya yang belajar dari Annisa. Dia kemudian tak mau sekolah,” ucap Yenni.

Kemampuan berbahasa Inggris Annisa pun diperoleh secara alamiah. Setelah mulai bisa bicara saat berusia setahun lebih, tiba-tiba Annisa sudah cas cis cus dalam bahasa Inggris. Tentu, orangtuanya bingung karena bahasa Inggris bukanlah bahasa sehari-hari mereka.

Keanehan lain, ketika belum lancar bicara, saat diajak menjenguk neneknya yang sakit, Annisa bilang `kembang` dalam bahasa Inggris. Tak berapa lama, neneknya meninggal. Kembang tadi tampaknya isyarat kematian.

Saat ditanya Surya apa cita-citanya, Annisa bilang ingin menjadi pengacara (lawyer).Terakhir, ketika agak bergurau Surya bertanya apakah kantor Surya `bersih`, Annisa menjawab,”yang ada mahluk putih, bukan hitam. Tidak apa-apa, mereka baik, pelindung.”

Ibunya, Yenni Handojo, yang memperhatikan gerak-gerik anaknya itu, beberapa kali berujar,”Annisa, Annisa…

Sumber: SURYA ONLINE

11:57 AM

Anak-anak Indigo dan Kristal

Mengenai Anak-anak Indigo dan Kristal pernah disinggung sekilas pada tulisan-tulisan yang lalu ( Indigo and Crystal Children ). Dalam tulisan ini akan dibahas lebih lanjut, mengingat pemberitaan dan tulisan mengenai anak-anak / sosok-sosok ini di berbagai media menjurus kepada ”pendewaan” atau seakan-akan mereka menjadi ”juru selamat dunia”, akan menjadi para hero (sosok yang lebih superior dari yang lain) yang diperlukan menyelamatkan dunia ini.

Sisi yang ditonjolkan banyak media biasanya sisi superioritas, selain karena sisi sudut superioritas bisa menjual, karena hal ini pula yang menjadi dambaan banyak orang. Atau memang hanya sampai disinilah pengertian / apresiasi banyak orang. Sisi spiritualitas, oneness, tauhid, kebersamaan-kesetaraan yang dipancarkan energi cakra warna nila (indigo) yang seyogyanya dipancarkan oleh sosok-sosok ini agak luput dari pemberitaan / pembahasan.

Malah ada sejumlah sosok yang diberitakan sebagai anak indigo terbawa oleh stereotip yang digambarkan mass media, terhanyut dalam superioritas dan keterpisahan (merasa lebih dari lain mendorong ke arah keterpisahan dari yang lain). Oleh karena itu terinspirasi oleh sebuah lagu terngiang dendangan: ”Where is your Love and most importantly your Oneness”. Namun tentunya tidak ada suatu yang kebetulan. Bisa saja hal ini adalah bagian untuk meningkatkan sisi maskulinitas mereka.

Sebenarnya tidaklah aneh hal ini terjadi karena mass media di dunia ini dikuasai oleh kaum Iluminati ( lihat keterangan lebih lanjut di internet, lebih spesifiknya di: divinecosmos.com atau projectcamelot.org ) yang secara terang-terangan atau tersembunyi mendewakan superioritas dan hirarki. Kepercayaan mereka: “Kaum yang peradabannya tinggi berhak memimpin kaum yang peradabannya lebih rendah” Serta secara terang-terangan atau tersembunyi menyukai mendapatkan kedamaian melalui kekerasan. Mottonya: “Order out of chaos”, harus ada chaos dulu baru bisa ada kedamaian. Esensinya di tempat yang hanya ada kedamaian (sorga) tidak mungkin ada kemajuan.

Selanjutnya lihat pula tema-tema filem-filem seri TV dan layar lebar: “Tanpa seorang (atau beberapa) hero dunia ini pasti dihancurkan oleh para penjahat. Untuk mendapatkan kedamaian, tidak mungkin tanpa kekerasan”. Hanya di alam dualitaslah (harus ada chaos dan damai, kebalikan dari alam unitas, tauhid) yang bisa membawa kemajuan.

Beberapa tahun belakangan ini kaum Iluminati terpecah menjadi dua golongan besar yang saya sebutkan menjelma menjadi Yajuj-Majuj atau Gog-Magog. Satu golongan makin mengarah kepada kekerasan yang terang-terangan, sedangkan golongan lainnya lebih menginginkan cara-cara penguasaan yang lebih halus dan tersembunyi. Hal ini bisa terlihat dari menguatnya pihak-pihak yang pro dan kontra di dunia barat terhadap penyerangan Irak / rencana penyerangan Iran.

Tentunya mereka yang teguh dijalan Tauhid, Oneness tidak akan melihat pihak lain sebagai saingan apalagi lawan. Semua dilihat sebagai Satu adanya. Dalam alam Tauhid/Unity tidak perlu ada pihak kawan dan lawan (dualitas) agar bisa membawa kemajuan. Mereka tidak termakan provokasi kekerasan yang menyeret mereka ke alam dualitas.

Indigo atau warna nila adalah lambang dari energi cakra keenam, biasa disebut juga sebagai mata ketiga. Anak-anak Indigo terlahir dengan double activated DNA (lihat Indigo and Crystal Children). Artinya tubuh mereka bisa hidup di alam density tiga ini dan awal density empat yang akan datang (sekarang adalah masa peralihan). Namun karena pengaruh lingkungan energi-energi cakra atas tidak bisa berkembang dengan mudah. Malah ketiga cakra di bawah menjadi tidak jernih dan perlu penjernihan (clearing up the lower chakras).

Tentunya akan ada pertanyaan mengapa tidak disebut ”Anak Hijau”, bukankah sekarang alam density tiga dan nantinya menjadi alam density empat yang lambangnya berwarna hijau (cakra jantung). Hal ini bisa dijelaskan bahwa jalan kembali kepada Sang Sumber Segala Sesuatu secara garis besar ada empat. Jalan yang sangat maskulin atau feminin, tentunya lebih mengandalkan titik-titik energi maskulin saja (Cakra 1,3 dan sedikit 5) atau feminin saja (Cakra 2, 4 dan sedikit 6). Sedangkan yang berada di jalan tengah yakni: Jin dan Manusia menggunakan semua titik-titik energi 1 s/d 6 (Cakra ke-7, cakra mahkota adalah resultan energi 1 s/d 6, lihat: Cakra-cakra ). Bedanya pada Jin energi keempatnya sebenarnya terdistorsi sehingga energi keenamnya juga terdistorsi. Jadi pada awal density empat hanya di jalan manusialah energi warna nila atau indigo atau nuansa Tauhid / Oneness lebih jelas terlihat.

Belakangan ini ada yang disebut sebagai Anak Kristal. Disebut demikan karena kejernihan titik-titik energi yang pada diri mereka. Hal ini bisa terjadi karena dukungan lingkungan mereka. Terutama kedua orang tua mereka. Lingkungan sekolah justru sangat bisa mendistorsi kejernihan titik-titik energi mereka, terutama titik-titik energi tiga terbawah.

Mengapa mereka banyak terlahir di saat ini? Jawabnya karena Bumi atau Gaia sebentar lagi akan menjadi alam density empat (memasuiki alam spiritual, meninggalkan alam intelektual), suatu bumi yang baru dengan langit yang baru pula. Mereka berada di sini untuk meringankan proses transformasi bumi ini serta membantu diri mereka sendiri dan sebagian penduduk bumi yang telah siap menerima pelajaran-pelajaran berikutnya. Terutama menyebarkan / memberi inspirasi akan konsep kesetaraan / kebersamaan, oneness atau tauhid yang mereka sendiri juga dalam tahapan awal pelajaran ini (menjadi guru sekaligus murid).

Kapan puncak dari proses ini akan terjadi? Ada yang mengatakan puncaknya akan terjadi di akhir tahun 2012, bersamaan dengan akhir penanggalan suku Maya. Kita lihat saja nanti, yang lebih penting apakah kita sendiri telah siap sekarang, bukankah umur tidak bisa ditebak.

9:07 PM

Kisah-kisah Anak Indigo

Dikutip dari majalah LIBERTY 11-20 April 2005

SUATU hari di paruh Desember 1997. Di dalam tidurnya yang tenang, Andrean Ganie Hendrata tiba-tiba terbangun. Ada semacam ketakutan yang baru dilihatnya. Keringat dingin merembes dari pori-pori kulitnya yang kuning. Wajahnya yang kalem seketika berubah sedih. Kedua pipi bocah berusia enam tahun itu basah oleh air mata. Ia tak kuasa membendung kesedihannya.

Di dalam mimpinya itu, Andrean melihat sebuah kota ingar-bingar. Banyak rumah dan mobil terbakar, tangan-tangan mengepal, perempuan menjerit-jerit, dan kaum pria dipukuli tanpa sebab jelas. Ia tak tahu kapan dan di mana peristiwa dalam mimpinya itu terjadi. Yang pasti, “Mimpi serupa terjadi selama dua minggu berturut-turut,” Lianny Hendranata, ibu Andrean, menuturkan.

Mimpi mengerikan yang bertubi-tubi selama dua pekan itu membuat fisik Andrean makin loyo. Dan, bocah kurus itu akhirnya jatuh sakit. Tapi Lianny menyadari sepenuhnya bahwa anaknya tidak sakit sembarangan. Itu sebabnya, dia tidak membawa anaknya ke dokter. Si ibu justru mengundang pendeta untuk mengobati jiwa anaknya.

Sang pendeta pun datang. Ia membaca doa-doa di tepi pembaringan Andrean. Terasa simpel, tapi berhasil. Sebab, hari-hari berikutnya Andrean tak pernah lagi bermimpi buruk tentang sebuah kota yang tercabik-cabik anarkis. Kesehatannya kembali pulih.

Enam bulan sejak mimpi itu berlalu, Jakarta dilanda kerusuhan hebat. Penjarahan, pembakaran, penganiayaan terjadi pada Mei 1998. Tragedi itu ditayangkan oleh semua stasiun TV. Saat itulah ingatan Andrean kembali “dibangunkan”. Sembari menunjuk ke arah pesawat televisi, ia bilang: “Ma, itu yang aku lihat di mimpiku dulu!”

Sejak lahir, Andrean sudah menunjukkan kemampuan indra keenamnya. Malah, sejak bayi dia terbiasa melihat makhluk yang tak terlihat oleh indra biasa. Setelah besar, kemampuan Andrean makin sempurna. Kadang-kadang ia melihat sebuah benda bisa bergerak sendiri. “TV yang sudah dimatikan tahu-tahu bisa menyala kembali,” kata Andrean, yang kini duduk di kelas I SMP Slamet Riyadi, Cijantung, Jakarta Timur.

Dengan daya kelebihannya itu, oleh orangtuanya, Andrean difoto aura. Dan, hasilnya berbeda dengan anak umumnya. Aura Andrean berwarna nila. Saat ia dites, IQ-nya di atas 120. Itulah beberapa pertanda bahwa si empunya nama masuk dalam kategori anak indigo.
Andrean adalah bungsu dari tiga bersaudara pasangan Ganie Hendranata, 64 tahun, dan Lianny Hendranata, 45 tahun. Sehari-hari Hendranata bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang percetakan. Rupanya, tak hanya Andrean yang indigo. Kedua kakaknya, Imelda, 21 tahun, dan Raymond, 17 tahun, juga sama. Begitu pula Lianny.

Satu keluarga yang terdiri lima orang, empat di antaranya indigo, tentu seru. Mereka bisa bertelepati satu dengan lain. Suatu hari, misalnya, Imelda ingin memiliki sarung tangan warna merah. Tapi harganya mahal. Sang ibu menyarankan agar si sulung mencari sarung tangan yang murah saja. Rupanya, setelah mencari sekian lama, si anak tak berhasil menemukan sarung tangan merah berharga murah.

Tak berhasil bukan berarti memupuskan harapan. Imelda terus berjuang dengan caranya sendiri. Yaitu menciptakan keinginannya melalui otak: “Aku mau sarung tangan warna merah. Nggak tahu gimana caranya; aku harus punya sarung tangan warna merah.”

Beberapa hari kemudian, Raymond yang pulang dari Yogyakarta membawa oleh-oleh berupa sarung tangan warna merah buat kakaknya. “Masak, setiap aku masuk toko, kuping selalu berdengung; ada yang minta sarung tangan merah,” kata Lianny, yang juga terimbas telepati anaknya itu.

Anak-anak berkemampuan indra keenam tentu bukan hal baru. Simak saja film layar lebar bertitel The Sixth Sense, yang beredar tahun 1999. Film ini bercerita tentang anak punya daya linuwih yang diperankan Haley Joel Osment, dan psikolog anak Bruce Willis. Di layar TV juga ada film seri The X-Files (pemeran utamanya Gillian Anderson dan David Duchovny) dan The Profiler (Ally Walker sebagai pemeran utama). Baik film layar lebar maupun film seri televisi itu sangat diminati penonton.

Adapun istilah indigo berasal dari bahasa Spanyol yang berarti nila. Warna ini merupakan kombinasi warna biru dengan ungu. Warna-warna tersebut diidentifikasi lewat cakra di tubuh. “Letak indigo ada di kening, persisnya antara cakra leher yang berwarna biru dengan cakra puncak kepala yang berwarna ungu,” kata Dr. Tb. Erwin Kusuma, SpKJ, psikiater anak dengan pendalaman di bidang kesehatan mental spiritual, kepada GATRA.

Prinsipnya, cakra memiliki spektrum warna mulai merah sampai ungu; seperti spektrum warna pelangi. Cakra leher (ada yang menyebut cakra tenggorokan) yang berwarna biru adalah wilayah yang tertandai berdasarkan penggunaan penalaran dengan optimalisasi fungsi otak. “Indigo berada di atasnya, bersifat spiritual,” ujar Erwin yang juga indigo.

Dengan asumsi tersebut, menurut Erwin, anak indigo bisa ditandai cerdas dan kreatif, karena dia sudah melalui cakra leher yang berwarna biru. Dalam kondisi sudah melewati biru, maka dia masuk dalam kategori indigo, baik secara mental maupun spiritual. Bila difoto aura, seakan-akan tampak memakai serban dengan warna biru. “Hanya saja, saat ia lahir, jasmaninya kecil, tidak sematang mental dan spiritualnya,” Erwin menambahkan.

Ciri-ciri lain yang mudah dikenali adalah punya kemampuan spiritual tinggi. Anak indigo kebanyakan bisa melihat sesuatu yang belum terjadi atau masa lalu. Bisa pula melihat makhluk atau materi-materi halus yang tidak tertangkap oleh indra penglihatan biasa. “Kemampuan spiritual semacam itu masuk dalam wilayah ESP (extra-sensory perception) alias indra keenam,” papar Erwin.

Kemampuan ESP, menurut Erwin, bisa menjelajah ruang dan waktu. Ketika tubuh anak indigo berada di suatu tempat, pada saat bersamaan ia tahu apa yang terjadi di lokasi lain. Itulah yang disebut kemampuan menjelajah ruang. “Ketika dia berbicara sekarang, tentang suatu peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang, ini yang disebut menjelajah waktu,” katanya.

Anak indigo biasanya banyak bertanya, dan orangtuanya akan kewalahan menjawab. Umpamanya, kenapa harus begini, kenapa harus begitu. Dia akan merasa heran untuk beberapa hal, yang dirasa tak masuk akal. “Kenapa harus sekolah berjam-jam?” Erwin mencontohkan pertanyaan seorang anak indigo kepada ibunya.

Jika orangtua tak mengerti bahwa anaknya indigo, umumnya si anak cenderung memberontak, agresif, dan nakal. Tak sedikit yang kemudian bentrok dengan kehendak orangtuanya. “Jika orangtua masih otoriter membatasi aktivitas spiritual anak indigo, si anak pasti akan berontak,” lanjut Erwin. Karena itu, para orangtua mesti menjawab impresi-impresi yang dikemukakan si anak.

Tak hanya psikiater seperti Dr. Erwin yang menangani anak-anak indigo. Spiritualis Leo Lumanto, yang mengasuh acara “Percaya Nggak Percaya” di Antv, sudah enam tahun ini berinteraksi dengan bocah indigo. Saat ini, dia membimbing tiga anak indigo. Bimbingannya tidak berbentuk terapi khusus. Bocah itu hanya sering diajak berdialog saat mengikuti orangtuanya dalam acara pengajian di kediaman Leo, di kawasan Bintaro, Sektor IX, Tangerang, Banten.

Orangtua mereka berkonsultasi ke Leo, umumnya setelah melalui perjalanan panjang dari psikiater sampai ke paranormal. Sikap anak indigo yang terbilang unik menyebabkan orangtua mereka kerap menyangka anak-anak ini hiperaktif sehingga perlu dibawa ke psikiater. Ada juga yang beranggapan anaknya jadi “aneh” karena gangguan dari alam lain. “Dianggap ada yang nempel,” kata Leo.

Berhubung sudah dipersepsikan seperti itu, si anak biasanya dibawa ke paranormal untuk “dibereskan” dari urusan dengan dunia lain yang diakrabinya. Dalam pandangan Leo, anak indigo bukanlah bocah yang ketempelan jin atau sejenisnya. “Ini merupakan kehendak Allah yang tidak bisa kita sangkal,” Leo menyimpulkan.

Selain ciri-ciri yang ditunjukkan Dr. Erwin, menurut Leo, ciri lain anak indigo adalah suka menyendiri. Begitu berada pada suatu situasi atau lingkungan baru, anak indigo akan mencermati keadaan sekelilingnya dengan sangat teliti. Kemampuan mereka mengenal suasana dan individu luar biasa. “Walaupun terkadang mereka terlihat acuh tak acuh, sebenarnya di balik itu mereka paham apa yang sedang terjadi,” papar Leo. “Kepekaan spiritual pada anak indigo benar-benar merupakan hidayah dari Allah,” Leo menegaskan.

Psikolog dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Dra. Sawitri Supardi Sadardjoen, menyarankan kepada para orangtua untuk “menormalkan” anak-anak berdaya linuwih ini. Sawitri justru menyarankan untuk “menumpulkan” kemampuan si anak. Caranya? “Dengan memberi pengertian bahwa apa yang diketahui si anak itu semata-mata faktor kebetulan,” katanya.

Selain karena khawatir si anak tersiksa dengan kelebihan yang dimiliki, Sawitri beralasan bahwa kemampuan itu akan membuat anak menjadi tidak realistis dan malas. “Kalau mereka konsentrasi dengan memusatkan energi, mereka bisa membayangkan soal-soal yang akan keluar dalam ujian. Ini bisa membuat mereka jadi malas belajar,” tutur Sawitri.

Lain lagi pendapat Prof. Dr. dr. H. Soewardi, MPH, SpKJ. Spesialis penyakit jiwa di Rumah Sakit Sardjito, Yogyakarta, ini mewanti-wanti bahwa anak-anak indigo mesti disikapi secara hati-hati, terutama oleh lingkungan sosial dan keluarganya. “Sebenarnya gejala tersebut adalah gejala ketidakwajaran,” kata Soewardi kepada Puguh Windrawan dari GATRA.

“Keajaiban” anak indigo itu terjadi, menurut Soewardi, karena ada kesalahan dalam kinerja otaknya. “Lebih tepat dikatakan bahwa sistem kerja otaknya terganggu,” ujarnya. Hal inilah yang menimbulkan ketidakwajaran. “Dalam sistem limbik otak, terutama neurotransmiternya, terganggu. Ini yang harus diupayakan kesembuhannya,” Soewardi menambahkan.

Oleh sebab itu, masih kata Soewardi, anak indigo jangan terlalu diistimewakan. Ia menyarankan agar mereka diperlakukan secara wajar supaya perkembangan jiwanya tidak terganggu. Perlakuan itu, menurut Soewardi, juga bisa mempercepat kinerja otak anak indigo agar berfungsi seperti sedia kala. “Anak indigo itu tidak normal alias sakit,” katanya.

Untuk kesembuhannya, antara lain, dilakukan melalui terapi, termasuk terapi religius. “Terapi melalui agama juga bisa dilakukan,” kata Soewardi. “Jangan disembuhkan melalui cara-cara pengobatan yang aneh-aneh atau di luar medis,” Soewardi mengingatkan.

Pandangan Soewardi itu berbeda dengan Erwin yang menilai anak indigo adalah anugerah Ilahi. Dalam pandangan Erwin, anak-anak indigo pada dasarnya seumur hidup akan indigo terus. Di usia anak-anak, mereka kerap “berontak”. Tapi ketika dewasa, karena sudah bisa menyesuaikan diri, sikap pemberontakannya berkurang. Artinya, “pendampingan” terhadap anak indigo sangat diutamakan, agar mereka bisa tumbuh secara wajar.

Namun, terlepas dari beda pandang dalam menyikapi, dari pengalaman yang ada, anak indigo pada dasarnya punya cita-cita berbuat baik dalam menjalani kehidupan di masyarakat. Modalnya sudah di tangan: punya indra keenam, IQ-nya di atas rata-rata, dan bijaksana. Tinggal memolesnya saja. Dan, itulah yang kini tengah getol dilakukan di Barat. Sekolah untuk anak indigo sudah banyak bertebaran.

Di Indonesia? Itulah yang tengah dipikirkan oleh mereka yang sangat peduli pada indigo, termasuk Dr. Erwin. Jumlah anak indigo di Indonesia mungkin belum mencapai ratusan. Tapi dari yang sedikit itu, jika mendapat bimbingan yang sempurna, diharapkan mereka kelak menjadi pemimpin masa depan yang arif bijaksana, humanis, dan cinta damai. Siapa tahu!

Berbeda, tetapi Bukan Anak “Aneh”

SEPANJANG perjalanan menuju rumah nenek, Ardi, sebut saja begitu, seperti tidak bergerak. Wajahnya pucat pasi. Ia terus menutupi telinganya. Sang ibu tak berani mengusik anak sulungnya.

“Saya sebenarnya heran, kok Ardi nangisnya sampai begitu waktu mendengar kabar ibu saya meninggal. Enggak seperti anak kecil lain yang kehilangan neneknya. Sedih ya sedih, tapi enggak gitu-gitu amat,” ujar Dewi.

BEGITU turun dari mobil, Ardi seperti terkesima melihat sesuatu di pintu masuk. Ketika mencium jenazah neneknya, tiba-tiba ia kembali menutupi telinganya dan tampak ketakutan. Pandangannya terus menuju ke luar pintu. Setelah itu Ardi mengatakan kepalanya sakit, dan tidak ikut ke makam.

Menjelang tengah malam, Ardi menanyakan apakah ibunya mendengar suara petir siang tadi. Sang ibu menjawab, “Tidak.” “Masak Mama enggak dengar, kan keras sekali dan terus- terusan, Ma,” kata Dewi menirukan ucapan Ardi saat itu. “Sehabis itu Ardi menceritakan semuanya,” lanjut Dewi. Selain petir, Ardi melihat burung besar di pintu rumah sang nenek. “Burung itu enggak pergi-pergi,” ujar Ardi seperti ditirukan Dewi.

Saat mencium neneknya, Ardi melihat sang nenek berjalan menuju sebuah gerbang. Saat itu Ardi mendengar suara petir lagi, yang lebih keras dari sebelumnya, dan ia menyaksikan neneknya melangkah melewati gerbang, terus berjalan menuju tempat yang ia katakan “indah sekali”.

Peristiwa itu bukan yang pertama, sehingga Dewi dan suaminya tidak lagi terkejut mendengar penuturan anak mereka. “Dia sering melihat macam- macam, tetapi biasanya diam. Ia hanya mau berbicara sesudahnya, pelan-pelan dan hanya kepada orang tertentu,” sambung Dewi.

Usia Ardi kini menjelang 10 tahun. Di sekolah ia termasuk cerdas. IQ-nya antara 125-130. “Tapi gurunya bilang ia suka bengong di kelas,” sambung Dewi. Kepada ibunya, ia bercerita melihat macam-macam di sekolah, yang tidak bisa dilihat orang lain, di antaranya anak tanpa anggota badan, dan ia merasa sangat kasihan.

Suatu hari saat belajar di rumah ia tersenyum. Ketika ditanya oleh sang ibu, ia mengatakan ada anak persis sekali dengan dirinya. Hari berikutnya ia bercerita, anak itu datang di sekolahnya. Ketika ditanya di mana ia tinggal, anak itu menjawab, “Di sana,” sambil telunjuknya menunjuk ke arah atas. “Ada apa di sana?” tanya Ardi. Anak itu menjawab, “Ada orang gede- gede buanget. Anak itu omongnya juga medhok lho Ma, kayak aku, persis,” tutur Ardi seperti diceritakan kembali oleh Dewi. Tentu tak ada orang lain melihat “anak itu” kecuali Ardi.

Dewi dan suaminya memahami apa yang terjadi pada Ardi dan juga adiknya. Beberapa anggota keluarganya juga memiliki kepekaan lebih dibandingkan dengan orang kebanyakan. Pada Ardi hal itu sudah terdeteksi saat masih bayi. “Kalau dengar suara azan, Ardi tampak mendengarkan dengan penuh konsentrasi,” kenang Dewi. Menjelang usia 1,5 tahun, Ardi membaca kalimat syahadat secara sambung-menyambung seperti wirid. Sesudah bisa jalan, sebelum usia dua tahun, ia mulai mengambil sajadah sendiri, memakai sarung sendiri dan membuat gerakan seperti orang shalat, meskipun bukan waktu shalat.

Toh tingkah laku Ardi membuat Dewi merasa agak risau. “Ia melihat dan mendengar apa saja yang orang lain enggak bisa lihat dan enggak bisa dengar,” katanya. Ia tidak menceritakan situasi anaknya itu pada setiap orang di luar keluarga. “Kalau enggak percaya bisa-bisa anak itu dianggap berkhayal,” lanjutnya.

Dewi tidak mengecap anaknya berkhayal, karena dalam beberapa hal ia juga memiliki kepekaan itu, meski hanya sampai tingkat tertentu. “Suatu sore, sehabis shalat, saya merasa ada bayangan putih. Ardi rupanya juga melihat karena ia tersenyum. Dia bilang, ‘Ma, ada yang ngikutin, perempuan. Tapi orangnya baik sekali.’ Ketika saya tanya siapa, Ardi tidak menjawab.”

Suatu hari, Dewi membaca majalah yang menulis tentang tanda-tanda anak indigo. “Lha saya pikir kok persis sekali sama anak saya. Lalu saya berusaha menemui dr Erwin di Klinik Prorevital.”

ANAK-ANAK dengan kemampuan seperti Ardi bukan hal yang baru di dunia, tetapi fenomenanya semakin jelas 20 tahun terakhir ini. Beberapa film mengisahkan kemampuan anak dan manusia dewasa dengan kemampuan semacam itu, di antaranya The Sixth Sense, dan film-film seri seperti The X Files.

Menurut dr Tubagus Erwin Kusuma SpKj, psikiater yang menaruh perhatian pada masalah spiritualitas, anak-anak seperti itu semakin muncul di mana-mana di dunia, melewati batas budaya, agama, suku, etnis, kelompok, dan batas apa pun yang dibuat manusia untuk alasan-alasan tertentu.

Fenomena itu menarik perhatian banyak pihak, karena dalam paradigma psikologi manusia, anak-anak itu dianggap “aneh”. Pandangan ini muncul karena selama ini kemanusiaan telanjur dianggap sebagai hal yang statis, tak pernah berubah. “Padahal, semua ciptaan Tuhan selalu berubah,” ujar dr Erwin.

Sebagai hukum, masyarakat cenderung memahami evolusi tapi hanya untuk yang berkaitan dengan masa lalu. “Fenomena munculnya anak-anak dengan kemampuan seperti itu merupakan bagian dari evolusi kesadaran baru manusia, yang secara perlahan muncul di bumi, terutama sejak awal milenium spiritual sekitar tahun 2000 yang disebut Masa Baru, The New Age, atau The Aquarian Age. Semua ini merupakan wujud kebesaran Allah,” tegas Erwin.

Fisik anak-anak indigo sama dengan anak-anak lainnya, tetapi batinnya tua (old soul) sehingga tak jarang memperlihatkan sifat orang yang sudah dewasa atau tua. Sering kali ia tak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tak mau mengikuti tata cara maupun prosedur yang ada. Kebanyakan anak indigo juga memiliki indra keenam yang lebih kuat dibanding orang biasa. Kecerdasannya di atas rata-rata.

Istilah “indigo” berasal dari bahasa Spanyol yang berarti nila. Warna ini merupakan kombinasi biru dan ungu, diidentifikasi melalui cakra tubuh yang memiliki spektrum warna pelangi, dari merah sampai ungu. Istilah “anak indigo” atau indigo children juga merupakan istilah baru yang ditemukan konselor terkemuka di AS, Nancy Ann Tappe.

Pada pertengahan tahun 1970-an Nancy meneliti warna aura manusia dan memetakan artinya untuk menandai kepribadiannya. Tahun 1982 ia menulis buku Understanding Your Life Through Color. Penelitian lanjutan untuk mengelompokkan pola dasar perangai manusia melalui warna aura mendapat dukungan psikiater Dr McGreggor di San Diego University.

Dalam klasifikasi yang baru itu Nancy membahas warna nila yang muncul kuat pada hampir 80 persen aura anak-anak yang lahir setelah tahun 1980. Warna itu menempati urutan keenam pada spektrum warna pelangi maupun pada deretan vertikal cakra, dalam bahasa Sansekerta disebut cakra ajna, yang terletak di dahi, di antara dua alis mata.

“Itulah mata ketiga,” ujar dr Erwin. The third eye itu, menurut dia, berkaitan dengan hormon hipofisis (pituary body) dan hormon epificis (pineal body) di otak. Dalam peta klasifikasi yang dibuat Nancy, manusia dengan aura dominan nila dikategorikan sebagai manusia dengan intuisi dan imajinasi sangat kuat.

“Letak indigo ada di sini,” jelas Tommy Suhalim sambil menjalankan perangkat teknologi pembaca aura, aura video station (AVS). Alat yang protipenya dibuat oleh Johannes R Fisslinger dari Jerman tahun 1997 ini lebih canggih dibandingkan perangkat teknologi serupa yang ditemukan Seymon Kirlian tahun 1939, dan Aura Camera 6000 yang dibuat Guy Coggins tahun 1992 berdasarkan Kirlian Photography.

Tom menunjukkan titik berkedip berwarna nila tua, sangat jelas di antara kedua mata Vincent Liong (19). Murid kelas dua tingkat SLTA di Gandhi International School itu sudah menulis buku pada usia 14 tahun dan bukunya diterbitkan oleh penerbit terkemuka di Indonesia. Buku Berlindung di Bawah Payung itu merupakan refleksi, berdasarkan kejadian sehari- hari yang sangat sederhana.

Pergulatan pemikiran yang muncul dalam tulisan-tulisannya kemudian seperti datang dari pemikiran orang bijak, dan menjadi bahan pembicaraan. Pemilihan angle-nya tidak biasa, dan hampir tidak terpikir bahkan oleh orang dewasa yang menekuni bidang itu. Belakangan ia banyak menulis soal spiritual, namun tetap dilihat dalam konteks ilmiah dan rasional.

Mungkin karena minatnya yang sangat besar pada dunia tulis-menulis, Vincent tidak terlalu berminat dengan beberapa mata pelajaran di sekolahnya. Orangtuanya yang tergolong demokratis pun sering tidak mengerti apa yang diingini anaknya yang ber-IQ antara 125-130 ini. “Dia keras kepala. Kemarin ia tidak mau ikut ujian matematika,” sambung Liong, ayahnya.

Vincent mengaku “takut” pada matematika sejak kecil, tapi mengaku disiplin pada aturan mainnya sendiri. “Sejak kecil aku bingung pada dogma satu tambah satu sama dengan dua. Aku juga bingung dengan ilmu ekonomi karena dalam realitas sosial berbeda,” tegas Vincent.

Toh sang ibu sudah menengarai keistimewaan anaknya sejak bayi. Waktu SD, Vincent biasa bergaul dengan gurunya, dan orang-orang setua gurunya. Pertanyaannya banyak dan sangat kritis. “Saya langganan dipanggil guru bukan hanya karena anak itu sulit. tetapi juga karena karangan-karangannya membuat guru-gurunya kagum,” ujar Ny Ina.

Vincent sudah menulis tentang teleskop berdasarkan pengamatan dan referensi pada usia SD. “Di rumah ia membawa ensiklopedi yang besar- besar itu ke kamarnya,” ujar Ny Ina. “Kamarnya kayak kapal pecah. Tidurnya dini hari karena menulis,” sambung Liong. “Saya sering meminta agar ia menyelesaikan pendidikan formalnya dulu, karena bagaimanapun itu sangat penting,” lanjut Liong.

“PENDIDIKAN formal sangat penting karena anak-anak indigo harus membumikan ’ilmu langitnya’ untuk kebaikan manusia. Bukan sebaliknya,” ujar Rosini (40). Ia menganjurkan, agar anak-anak yang memiliki kemampuan berbeda itu tidak dieksploitasi oleh orangtua dan lingkungannya untuk mencari nomor togel atau menjadi dukun atau klenik. “Bukan itu misi anak-anak indigo,” tegas Rosi.

Anak-anak itu sebenarnya punya mekanisme pertahanannya sendiri. Annisa, misalnya. Gadis kecil berusia 4,5 tahun ini tiba-tiba berbicara dalam bahasa Inggris beraksen Amerika begitu ia bisa bicara pada usia 2,5 tahun. Padahal orangtuanya tidak berbahasa Inggris dengan baik. Meski tampak menggemaskan, dalam banyak hal ia berbicara dan bersikap seperti orang dewasa, bahkan menyebut dirinya “orang Amerika” karena “datang dari Amerika”. Nisa menyebut ibunya, Yenny bukan dengan panggilan mama.

Kemampuan melihat dan mendengar Nisa sangat tajam pada pukul 23.00 sampai dini hari. Tetapi kalau secara sengaja diminta memperlihatkan kemampuannya, ia akan menolak dengan tidak memperlihatkan kemampuan itu sehingga ia tampak seperti anak-anak lainnya,” ujar Yenny. Kata sang ibu, Nisa tidak mudah bersalaman dengan orang. Ia seperti tahu orang yang suka pergi ke dukun atau memakai jimat. Namun sebagai anak-anak Nisa juga suka menyanyi dan bermain.

Jenis dan kemampuan anak indigo bermacam-macam. Meski memiliki kepekaan yang kuat, kepekaan mendengar dan melihat sesuatu yang tidak didengar dan dilihat orang kebanyakan, berbeda-beda gradasinya.

Menurut Lanny Kuswandi, fasilitator program relaksasi di Klinik Prorevital, mengutip dr Erwin, “Ada tipe humanis, tipe konseptual, tipe artis, dan tipe interdimensional. Pendekatan terhadap mereka juga berbeda-beda,” sambungnya.

Namun karena dianggap “aneh”, tak jarang diagnosisnya keliru dan penanganannya lebih bersandar pada obat-obatan. “Ada anak indigo yang dianggap autis, ADHD (Attention-Deficit Hyperatictve Disorder) maupun ADD (Attention Deficit Disorder). Padahal tanda-tandanya berbeda,” sambung Erwin. Kekeliruan semacam ini juga terjadi di AS, karena banyak ahli menganggap anak-anak itu menderita “gangguan” yang harus dihilangkan.

“Saya beberapa kali pergi ke psikolog dan psikiater,” ujar Rosini. Profesional di suatu perusahaan swasta terkemuka itu suatu saat dalam hidupnya merasa sangat terganggu oleh suara-suara itu. Orangtuanya juga merasa anaknya “aneh” karena kerap memberi tahu peristiwa yang akan terjadi, tetapi menolak mengakui kemampuan anak itu.

“Dalam tes yang dibuat oleh mereka, saya dinyatakan sehat. Tidak ada gangguan apa pun,” sambung Rosini. Sebaliknya, ia melihat psikolog dan psikiater yang melakukan tes terhadap dirinyalah yang bermasalah. Ia juga pernah mencoba mencari paranormal untuk membuang kemampuannya itu, meski suara-suara itu mengatakan “jangan”.

Akhirnya Rosi berdamai dengan dirinya dan mengembalikan kemampuannya sebagai wujud kebesaran Allah SWT, dengan berusaha untuk terus mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Karena itu ia ingin membantu orangtua dengan anak-anak indigo agar anak- anak itu tidak melewati masa pencarian yang rumit seperti dirinya.

Indigo children, menurut Erwin, bukan fenomena terakhir, karena akan lahir anak-anak yang disebut sebagai crystal children. “Anak-anak dengan warna dasar aura, bening dan lengkap. Mereka lahir dari orangtua yang spiritual.”

Mungkin Cita (9) termasuk anak itu. Keluarganya, sampai nenek-neneknya, spiritualis. Ia bisa melihat sinar dan malaikat di rumah ibadah, khususnya ketika orang-orang sedang berdoa. Ini hanya salah satu kemampuan “melihat” milik anak yang selalu mendapat rangking di sekolah itu. Cita tahu kapan hujan akan turun hari itu dan sebaliknya, meskipun mendung sudah menggantung.

“Ia menjadi teman dan penasihat kami, bapak-ibunya. Di sekolah, di keluarga besar kami, terasa ia menebarkan aura kedamaian dan kebahagiaan. Anak itu sangat tenang dan pemaaf,” ujar ibunya, Ny Dita.

9:07 PM

Kisah Ardi, Cita dan Annisa si Anak Indigo

Berbeda, tetapi Bukan Anak “Aneh” Sepanjang perjalanan menuju rumah nenek, Ardi, sebut saja begitu, seperti tidak bergerak. Wajahnya pucat pasi. Ia terus menutupi telinganya. Sang ibu tak berani mengusik anak sulungnya. “Saya sebenarnya heran, kok Ardi nangisnya sampai begitu waktu mendengar kabar ibu saya meninggal. Enggak seperti anak kecil lain yang kehilangan neneknya. Sedih ya sedih, tapi enggak gitu-gitu amat,” ujar Dewi.

Begitu turun dari mobil, Ardi seperti terkesima melihat sesuatu di pintu masuk. Ketika mencium jenazah neneknya, tiba-tiba ia kembali menutupi telinganya dan tampak ketakutan. Pandangannya terus menuju ke luar pintu. Setelah itu Ardi mengatakan kepalanya sakit, dan tidak ikut ke makam.

Menjelang tengah malam, Ardi menanyakan apakah ibunya mendengar suara petir siang tadi. Sang ibu menjawab, “Tidak.” “Masak Mama enggak dengar, kan keras sekali dan terus- terusan, Ma,” kata Dewi menirukan ucapan Ardi saat itu. “Sehabis itu Ardi menceritakan semuanya,” lanjut Dewi. Selain petir, Ardi melihat burung besar di pintu rumah sang nenek. “Burung itu enggak pergi-pergi,” ujar Ardi seperti ditirukan Dewi.

Saat mencium neneknya, Ardi melihat sang nenek berjalan menuju sebuah gerbang. Saat itu Ardi mendengar suara petir lagi, yang lebih keras dari sebelumnya, dan ia menyaksikan neneknya melangkah melewati gerbang, terus berjalan menuju tempat yang ia katakan “indah sekali”.

Peristiwa itu bukan yang pertama, sehingga Dewi dan suaminya tidak lagi terkejut mendengar penuturan anak mereka. “Dia sering melihat macam- macam, tetapi biasanya diam. Ia hanya mau berbicara sesudahnya, pelan-pelan dan hanya kepada orang tertentu,” sambung Dewi.

Usia Ardi kini menjelang 10 tahun. Di sekolah ia termasuk cerdas. IQ-nya antara 125-130. “Tapi gurunya bilang ia suka bengong di kelas,” sambung Dewi. Kepada ibunya, ia bercerita melihat macam-macam di sekolah, yang tidak bisa dilihat orang lain, di antaranya anak tanpa anggota badan, dan ia merasa sangat kasihan.

Suatu hari saat belajar di rumah ia tersenyum. Ketika ditanya oleh sang ibu, ia mengatakan ada anak persis sekali dengan dirinya. Hari berikutnya ia bercerita, anak itu datang di sekolahnya. Ketika ditanya di mana ia tinggal, anak itu menjawab, “Di sana,” sambil telunjuknya menunjuk ke arah atas. “Ada apa di sana?” tanya Ardi. Anak itu menjawab, “Ada orang gede- gede buanget. Anak itu omongnya juga medhok lho Ma, kayak aku, persis,” tutur Ardi seperti diceritakan kembali oleh Dewi. Tentu tak ada orang lain melihat “anak itu” kecuali Ardi.

Dewi dan suaminya memahami apa yang terjadi pada Ardi dan juga adiknya. Beberapa anggota keluarganya juga memiliki kepekaan lebih dibandingkan dengan orang kebanyakan. Pada Ardi hal itu sudah terdeteksi saat masih bayi. “Kalau dengar suara azan, Ardi tampak mendengarkan dengan penuh konsentrasi,” kenang Dewi. Menjelang usia 1,5 tahun, Ardi membaca kalimat syahadat secara sambung-menyambung seperti wirid. Sesudah bisa jalan, sebelum usia dua tahun, ia mulai mengambil sajadah sendiri, memakai sarung sendiri dan membuat gerakan seperti orang shalat, meskipun bukan waktu shalat.

Toh tingkah laku Ardi membuat Dewi merasa agak risau. “Ia melihat dan mendengar apa saja yang orang lain enggak bisa lihat dan enggak bisa dengar,” katanya. Ia tidak menceritakan situasi anaknya itu pada setiap orang di luar keluarga. “Kalau enggak percaya bisa-bisa anak itu dianggap berkhayal,” lanjutnya.

Dewi tidak mengecap anaknya berkhayal, karena dalam beberapa hal ia juga memiliki kepekaan itu, meski hanya sampai tingkat tertentu. “Suatu sore, sehabis shalat, saya merasa ada bayangan putih. Ardi rupanya juga melihat karena ia tersenyum. Dia bilang, ‘Ma, ada yang ngikutin, perempuan. Tapi orangnya baik sekali.’ Ketika saya tanya siapa, Ardi tidak menjawab.”

Suatu hari, Dewi membaca majalah yang menulis tentang tanda-tanda anak indigo. “Lha saya pikir kok persis sekali sama anak saya. Lalu saya berusaha menemui dr Erwin di Klinik Prorevital.”

Anak - anak dengan kemampuan seperti Ardi bukan hal yang baru di dunia, tetapi fenomenanya semakin jelas 20 tahun terakhir ini. Beberapa film mengisahkan kemampuan anak dan manusia dewasa dengan kemampuan semacam itu, di antaranya The Sixth Sense, dan film-film seri seperti The X Files.

Menurut dr Tubagus Erwin Kusuma SpKj, psikiater yang menaruh perhatian pada masalah spiritualitas, anak-anak seperti itu semakin muncul di mana-mana di dunia, melewati batas budaya, agama, suku, etnis, kelompok, dan batas apa pun yang dibuat manusia untuk alasan-alasan tertentu.

Fenomena itu menarik perhatian banyak pihak, karena dalam paradigma psikologi manusia, anak-anak itu dianggap “aneh”. Pandangan ini muncul karena selama ini kemanusiaan telanjur dianggap sebagai hal yang statis, tak pernah berubah. “Padahal, semua ciptaan Tuhan selalu berubah,” ujar dr Erwin.

Sebagai hukum, masyarakat cenderung memahami evolusi tapi hanya untuk yang berkaitan dengan masa lalu. “Fenomena munculnya anak-anak dengan kemampuan seperti itu merupakan bagian dari evolusi kesadaran baru manusia, yang secara perlahan muncul di bumi, terutama sejak awal milenium spiritual sekitar tahun 2000 yang disebut Masa Baru, The New Age, atau The Aquarian Age. Semua ini merupakan wujud kebesaran Allah,” tegas Erwin.

Fisik anak-anak indigo sama dengan anak-anak lainnya, tetapi batinnya tua (old soul) sehingga tak jarang memperlihatkan sifat orang yang sudah dewasa atau tua. Sering kali ia tak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tak mau mengikuti tata cara maupun prosedur yang ada. Kebanyakan anak indigo juga memiliki indra keenam yang lebih kuat dibanding orang biasa. Kecerdasannya di atas rata-rata.

Istilah “indigo” berasal dari bahasa Spanyol yang berarti nila. Warna ini merupakan kombinasi biru dan ungu, diidentifikasi melalui cakra tubuh yang memiliki spektrum warna pelangi, dari merah sampai ungu. Istilah “anak indigo” atau indigo children juga merupakan istilah baru yang ditemukan konselor terkemuka di AS, Nancy Ann Tappe.

Pada pertengahan tahun 1970-an Nancy meneliti warna aura manusia dan memetakan artinya untuk menandai kepribadiannya. Tahun 1982 ia menulis buku Understanding Your Life Through Color. Penelitian lanjutan untuk mengelompokkan pola dasar perangai manusia melalui warna aura mendapat dukungan psikiater Dr McGreggor di San Diego University.

Dalam klasifikasi yang baru itu Nancy membahas warna nila yang muncul kuat pada hampir 80 persen aura anak-anak yang lahir setelah tahun 1980. Warna itu menempati urutan keenam pada spektrum warna pelangi maupun pada deretan vertikal cakra, dalam bahasa Sansekerta disebut cakra ajna, yang terletak di dahi, di antara dua alis mata.

“Itulah mata ketiga,” ujar dr Erwin. The third eye itu, menurut dia, berkaitan dengan hormon hipofisis (pituary body) dan hormon epificis (pineal body) di otak. Dalam peta klasifikasi yang dibuat Nancy, manusia dengan aura dominan nila dikategorikan sebagai manusia dengan intuisi dan imajinasi sangat kuat.

“Letak indigo ada di sini,” jelas Tommy Suhalim sambil menjalankan perangkat teknologi pembaca aura, aura video station (AVS). Alat yang protipenya dibuat oleh Johannes R Fisslinger dari Jerman tahun 1997 ini lebih canggih dibandingkan perangkat teknologi serupa yang ditemukan Seymon Kirlian tahun 1939, dan Aura Camera 6000 yang dibuat Guy Coggins tahun 1992 berdasarkan Kirlian Photography.

Tom menunjukkan titik berkedip berwarna nila tua, sangat jelas di antara kedua mata Vincent Liong (19). Murid kelas dua tingkat SLTA di Gandhi International School itu sudah menulis buku pada usia 14 tahun dan bukunya diterbitkan oleh penerbit terkemuka di Indonesia. Buku Berlindung di Bawah Payung itu merupakan refleksi, berdasarkan kejadian sehari- hari yang sangat sederhana.

Pergulatan pemikiran yang muncul dalam tulisan-tulisannya kemudian seperti datang dari pemikiran orang bijak, dan menjadi bahan pembicaraan. Pemilihan angle-nya tidak biasa, dan hampir tidak terpikir bahkan oleh orang dewasa yang menekuni bidang itu. Belakangan ia banyak menulis soal spiritual, namun tetap dilihat dalam konteks ilmiah dan rasional.

Mungkin karena minatnya yang sangat besar pada dunia tulis-menulis, Vincent tidak terlalu berminat dengan beberapa mata pelajaran di sekolahnya. Orangtuanya yang tergolong demokratis pun sering tidak mengerti apa yang diingini anaknya yang ber-IQ antara 125-130 ini. “Dia keras kepala. Kemarin ia tidak mau ikut ujian matematika,” sambung Liong, ayahnya.

Vincent mengaku “takut” pada matematika sejak kecil, tapi mengaku disiplin pada aturan mainnya sendiri. “Sejak kecil aku bingung pada dogma satu tambah satu sama dengan dua. Aku juga bingung dengan ilmu ekonomi karena dalam realitas sosial berbeda,” tegas Vincent.

Toh sang ibu sudah menengarai keistimewaan anaknya sejak bayi. Waktu SD, Vincent biasa bergaul dengan gurunya, dan orang-orang setua gurunya. Pertanyaannya banyak dan sangat kritis. “Saya langganan dipanggil guru bukan hanya karena anak itu sulit. tetapi juga karena karangan-karangannya membuat guru-gurunya kagum,” ujar Ny Ina.

Vincent sudah menulis tentang teleskop berdasarkan pengamatan dan referensi pada usia SD. “Di rumah ia membawa ensiklopedi yang besar- besar itu ke kamarnya,” ujar Ny Ina. “Kamarnya kayak kapal pecah. Tidurnya dini hari karena menulis,” sambung Liong. “Saya sering meminta agar ia menyelesaikan pendidikan formalnya dulu, karena bagaimanapun itu sangat penting,” lanjut Liong.

“Pendidikan formal sangat penting karena anak-anak indigo harus membumikan ‘ilmu langitnya’ untuk kebaikan manusia. Bukan sebaliknya,” ujar Rosini (40). Ia menganjurkan, agar anak-anak yang memiliki kemampuan berbeda itu tidak dieksploitasi oleh orangtua dan lingkungannya untuk mencari nomor togel atau menjadi dukun atau klenik. “Bukan itu misi anak-anak indigo,” tegas Rosi.

Anak-anak itu sebenarnya punya mekanisme pertahanannya sendiri. Annisa Rania Putri, misalnya. Gadis kecil berusia 4,5 tahun ini tiba-tiba berbicara dalam bahasa Inggris beraksen Amerika begitu ia bisa bicara pada usia 2,5 tahun. Padahal orangtuanya tidak berbahasa Inggris dengan baik. Meski tampak menggemaskan, dalam banyak hal ia berbicara dan bersikap seperti orang dewasa, bahkan menyebut dirinya “orang Amerika” karena “datang dari Amerika”. Nisa menyebut ibunya, Yenny bukan dengan panggilan mama.

Kemampuan melihat dan mendengar Nisa sangat tajam pada pukul 23.00 sampai dini hari. Tetapi kalau secara sengaja diminta memperlihatkan kemampuannya, ia akan menolak dengan tidak memperlihatkan kemampuan itu sehingga ia tampak seperti anak-anak lainnya,” ujar Yenny. Kata sang ibu, Nisa tidak mudah bersalaman dengan orang. Ia seperti tahu orang yang suka pergi ke dukun atau memakai jimat. Namun sebagai anak-anak Nisa juga suka menyanyi dan bermain.

Jenis dan kemampuan anak indigo bermacam-macam. Meski memiliki kepekaan yang kuat, kepekaan mendengar dan melihat sesuatu yang tidak didengar dan dilihat orang kebanyakan, berbeda-beda gradasinya.

Menurut Lanny Kuswandi, fasilitator program relaksasi di Klinik Prorevital, mengutip dr Erwin, “Ada tipe humanis, tipe konseptual, tipe artis, dan tipe interdimensional. Pendekatan terhadap mereka juga berbeda-beda,” sambungnya.

Namun karena dianggap “aneh”, tak jarang diagnosisnya keliru dan penanganannya lebih bersandar pada obat-obatan. “Ada anak indigo yang dianggap autis, ADHD (Attention-Deficit Hyperatictve Disorder) maupun ADD (Attention Deficit Disorder). Padahal tanda-tandanya berbeda,” sambung Erwin. Kekeliruan semacam ini juga terjadi di AS, karena banyak ahli menganggap anak-anak itu menderita “gangguan” yang harus dihilangkan.

“Saya beberapa kali pergi ke psikolog dan psikiater,” ujar Rosini. Profesional di suatu perusahaan swasta terkemuka itu suatu saat dalam hidupnya merasa sangat terganggu oleh suara-suara itu. Orangtuanya juga merasa anaknya “aneh” karena kerap memberi tahu peristiwa yang akan terjadi, tetapi menolak mengakui kemampuan anak itu.

“Dalam tes yang dibuat oleh mereka, saya dinyatakan sehat. Tidak ada gangguan apa pun,” sambung Rosini. Sebaliknya, ia melihat psikolog dan psikiater yang melakukan tes terhadap dirinyalah yang bermasalah. Ia juga pernah mencoba mencari paranormal untuk membuang kemampuannya itu, meski suara-suara itu mengatakan “jangan”.

Akhirnya Rosi berdamai dengan dirinya dan mengembalikan kemampuannya sebagai wujud kebesaran Allah SWT, dengan berusaha untuk terus mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Karena itu ia ingin membantu orangtua dengan anak-anak indigo agar anak- anak itu tidak melewati masa pencarian yang rumit seperti dirinya.

Indigo children, menurut Erwin, bukan fenomena terakhir, karena akan lahir anak-anak yang disebut sebagai crystal children. “Anak-anak dengan warna dasar aura, bening dan lengkap. Mereka lahir dari orangtua yang spiritual.”

Mungkin Cita (9) termasuk anak itu. Keluarganya, sampai nenek-neneknya, spiritualis. Ia bisa melihat sinar dan malaikat di rumah ibadah, khususnya ketika orang-orang sedang berdoa. Ini hanya salah satu kemampuan “melihat” milik anak yang selalu mendapat rangking di sekolah itu. Cita tahu kapan hujan akan turun hari itu dan sebaliknya, meskipun mendung sudah menggantung.

“Ia menjadi teman dan penasihat kami, bapak-ibunya. Di sekolah, di keluarga besar kami, terasa ia menebarkan aura kedamaian dan kebahagiaan. Anak itu sangat tenang dan pemaaf,” ujar ibunya, Ny Dita.

9:06 PM

Apakah Indigo Sebuah Kelainan Jiwa

Apa sih indigo itu? Indigo adalah fenomena baru kehidupan manusia yang memiliki ketajaman indra keenam. Mereka menjadi perhatian serius karena jumlah mereka semakin hari semakin banyak.

Anak-anak indigo memang sering dianggap aneh. Mereka suka berbicara sendiri, dapat melihat masa lalu dan masa depan serta cenderung lebih matang dari usianya. Kecerdasan anak-anak indigo juga di atas rata-rata dan mereka mampu melakukan hal-hal yang bahkan belum pernah mereka pelajari sebelumnya. Karena sering bicara sendiri, banyak orangtua anak indigo menyangka anak mereka menyandang autisme atau hiperaktif.

”Tapi para orangtua tidak perlu takut. Dengan bimbingan yang tepat, anak indigo bisa hidup normal di masyarakat. Mereka muncul serentak menjelang tahun 2000,” ungkap dr Tb Erwin Kusuma, psikiater yang aktif meneliti anak-anak dengan kemampuan khusus ini dalam program Kick Andy di Metro TV.

Annisa Rania Putri misalnya. Bocah berusia lima tahun ini memiliki kemampuan lebih dari anak seusianya. Meski Annisa terlahir dan dibesarkan di Indonesia, dia mampu berbicara bahasa Inggris dengan dialek Amerika Serikat sejak mulai berbicara. Padahal, orangtuanya tidak memiliki kemampuan bahasa Inggris cukup baik.

Selain kemampuannya berbahasa asing, dia mampu mengingat hal yang mustahil diingat manusia, seperti bagaimana dirinya dilahirkan. Annisa menganggap kemampuannya sebagai keajaiban dari Tuhan.

Ario Handyojati lain lagi. Anak indigo berusia 12 tahun ini mengaku sebelum lahir kembali, dia dulu adalah prajurit perang RRC. Karena itu, walau tidak pernah diajari, Jati mampu menulis aksara RRC kuno. Bahkan ketika neneknya akan meninggal, Jati sudah lebih dulu tahu.

Lain cerita tentang Vincent Liong. Mahasiswa fakultas psikologi sebuah universitas swasta ini sejak duduk di bangku kelas dua sekolah menengah umum, telah dikarunia kecerdasan filosofis yang tinggi. Vincent juga menulis artikel psikologi dan spiritual dalam sudut pandang tak biasa sejak sekolah dasar. Bukunya ini diluncurkan oleh penerbit terkemuka dan dikagumi banyak kalangan. Bahkan, tulisannya pernah dimuat di halaman pembuka buku dari sastrawan terkemuka Indonesia, Pramudya Ananta Toer. Dua karangan filosofis lainnya juga siap beredar. Namun ia tidak suka disebut anak indigo. “Kebetulan saja saya punya ciri-ciri indigo,” ujar Vincent yang tampil di Kick Andy.

Kini ia tengah serius menguraikan rumus yang diberi nama Dekon Kompatologi. Sebuah rumus yang mengurai elemen-elemen di dalam tubuh manusia untuk kemudian didekonstruksi. Gunanya? Antara lain untuk menyembuhkan penyakit dan membuat kualitas hidup lebih baik.

Sejarah Indigo
Banyak istilah yang dipakai untuk menyebut fenomena anak indigo. Di Rusia, para ilmuwan menyebutnya sebagai spesies manusia baru. Dalam majalah Journal Trust Rusia pada 8 Desember 2005 lalu melaporkan, beberapa ilmuwan Rusia meyakini bahwa di atas bumi saat ini telah muncul suatu spesies “manusia baru” yang disebutnya sebagai “Bocah Biru”.

Menengok catatan dari sejumlah literatur, istilah “indigo” berasal dari bahasa Spanyol yang berarti nila. Warna ini merupakan kombinasi biru dan ungu, diidentifikasi melalui cakra tubuh yang memiliki spektrum warna pelangi, dari merah sampai ungu. Istilah “anak indigo” atau indigo child juga merupakan istilah baru yang ditemukan konselor terkemuka di AS, Nancy Ann Tappe.

Pada pertengahan tahun 1970-an Nancy meneliti warna aura manusia dan memetakan artinya untuk menandai kepribadiannya. Tahun 1982 ia menulis buku Understanding Your Life Through Color. Penelitian lanjutan untuk mengelompokkan pola dasar perangai manusia melalui warna aura, mendapat dukungan psikiater Dr McGreggor di San Diego University.

Dalam klasifikasi yang baru itu Nancy membahas warna nila yang muncul kuat pada hampir 80 persen aura anak-anak yang lahir setelah 1980. Warna itu bisa dilihat dengan foto kirlian atau dengan alat generasi baru sejenis seperti video aura. Warna nila menempati urutan keenam pada spektrum warna pelangi maupun pada deretan vertikal cakra (dari bawah ke atas), dalam bahasa Sansekerta disebut Cakra Ajna, yang terletak di dahi, di antara dua mata.

Ciri Anak Indigo
Menurut psikiater Tubagus Erwin Kusuma, fisik anak-anak indigo tak jauh berbeda dengan anak lainnya. Hanya batinnya saja yang condong lebih dewasa. Alhasil, anak-anak indigo sering memperlihatkan sifat orang dewasa, sangat cerdas, dan memiliki indra keenam yang sangat tajam.
Virtue (dalam Carrol dan Tober, 1999) menyatakan bahwa anak indigo memiliki kecerdasan yang tinggi, namun dengan kreativitas yang terhambat. Berikut ciri-ciri anak berbakat yang indigo:

* lMemiliki sensitivitas tinggi
* Memiliki energi berlebihan untuk mewujudkan rasa ingin tahunya yang berlebih-lebihan
* Mudah sekali bosan
* Menentang otoritas bila tidak ber-orientasi demokratis
* Memiliki gaya belajar tertentu
* Mudah frustrasi karena banyak ide, namun kurang sumber yang dapat membimbingnya
* Suka bereksplorasi
* Tidak dapat duduk diam kecuali pada objek yang menjadi minatnya
* Sangat mudah merasa jatuh kasihan pada orang lain
* Mudah menyerah dan terhambat belajar jika di awal kehidupannya mengalami kegagalan.

Menangani Anak-anak Indigo
Orangtua anak indigo mau tidak mau sering bentrok dengan anak. Hal ini karena anak indigo pada umumnya tidak menginginkan diperlakukan sebagai anak-anak, di samping keterbatasan kemampuan dan pemahaman orangtua tentang anaknya. Ketidakmengertian orangtua membuat toleransi orangtua menjadi rendah dan ini malah memperburuk hubungan anak dengan orangtua.

Tips mengasuh anak berciri indigo:
1. Hargai keunikan anak.
2. Hindari kritikan negatif.
3. Jangan pernah mengecilkan anak.
4. Berikan rasa aman, nyaman dan dukungan.
5. Bantu anak untuk berdisiplin.
6. Berikan mereka kebebasan pilihan tentang apapun.
7. Bebaskan anak memilih bidang kegiatan yang menjadi minatnya, karena pada umumnya mereka tidak ingin jadi pengekor.
8. Menjelaskan sejelas-jelasnya (masuk akal) mengapa suatu instruksi diberikan, karena mereka tidak suka patuh pada hal-hal yang dianggapnya mengada-ada.
9. Jadikan diri sebagai mitra dalam membesarkan mereka.

Apa yang harus dilakukan guru?
1. Jadilah pendengar yang baik.
2. Gunakan pernyataan positif.
3. Sediakan waktu untuk berdiskusi dengan anak.
4. Saling berbagi perasaan guru dan anak.
5. Ciptakan suasa kekeluargaan dalam kelas dengan aturan kelas yang dibuat bersama.
6. Menetapkan konsekuensi berdasarkan penyebab masalah.

Intinya, indigo bukanlah penyakit atau kelainan jiwa, meski ada yang menganggap fenomena indigo sebagai kelainan jiwa. Menurut Tubagus, ketidakpahaman menangani anak indigo akan berdampak penderitaan sang anak. Pernyataan Tubagus diamini Rosini, indigo dewasa sekaligus pembimbing anak-anak indigo. “Ketika di masa anak-anak pemahaman spiritual sudah matang tapi belum diikuti penalaran,” kata Rosini. Menurut dia, tugas kitalah sebagai orang dewasa untuk membimbing anak-anak itu agar penalaran dengan spiritualnya seimbang.

9:04 PM

FENOMENA ANAK INDIGO

FENOMENA ANAK INDIGO

Banyak anak-anak istimewa lahir di milenium baru ini dengan berbagai kelebihan supranatural. Mereka kebanyakan mempunyai kepekaan indera keenam, melebihi anak seusianya. Anak indigo, demikian mereka biasa disebut, ternyata mempunyai misi khusus di dunia ini. Apakah anak indigo itu dan misi yang mereka emban ?

Beberapa waktu yang lalu, beberapa media massa ibu kota mengulas habis seorang anak “sakti”. Gadis cilik bernama Annisa itu sangat mengagumkan dalam menunjukkan kelebihan olah bathinnya. Bocah berusia 5 tahun tersebut begitu luar biasa menguasai bahasa asing seperti Inggris, Arab, atau Belanda. Padahal secara informal orang tuanya tidak pernah mengajarkan bahasa-bahasa tersebut. Bahkan kecerdasan anak ini di atas rata-rata anak seusianya. Akibat kelebihan yang satu ini, membuat Annisa tidak bisa sekolah secara formal seperti kebanyakan anak. Kecerdasannya yang melebihi teman sekelasnya, membuat dia tidak betah belajar di kelas.

Secara spiritual, Annisa juga mempunyai kelebihan. Dia sanggup menyembuhkan berbagai penyakit. Setiap hari ada saja orang datang untuk minta pertolongan. Jangan heran jika kemudian dia menjadi instruktur sebuah klub meditasi. Malam-malam si kecil ini juga selalu dilewatkan dengan ritual meditasi. Rata-rata Annisa baru tidur pukul 02.00 dini hari, setelah meditasi yang panjang. Dengan olah bathinnya tersebut, Annisa mampu mendeteksi hawa jahat di udara. Di mana ada hantu atau kekuatan jahat lainnya, Annisa sanggup melihatnya.

TAHAPAN ZAMAN

Annisa hanya satu contoh saja. Ada banyak anak-anak demikian yang saat ini telah terlahir. Anak-anak dengan kemampuan seperti Annisa bukan hal yang baru di dunia tetapi fenomenanya semakin jelas 20 tahun terakhir ini. Beberapa film mengisahkan kemampuan anak dan manusia dewasa dengan kemampuan semacam itu, diantaranya “The Sixth Sense” dan film-film seri seperti “The X – Files”. Bahkan menurut dr. Tubagus Erwin Kusuma Sp KJ dari klinik Prorevital, fenomena anak dengan kepekaan indera keenam sangat wajar saat ini. Ada satu istilah
untuk menyebut anak-anak ini yaitu anak indigo (indigo children).

Mengawali penjelasannya, dr. Erwin menerangkan, nama indigo diambil dari bahasa Spanyol. Indigo adalah warna keenam dari warna pelangi, campuran biru dan merah tua. Lantas mengapa dinamakan anak indigo ? “Penamaan berdasarkan warna ini diurutkan sesuai dengan perkembangan manusia. Seperti spektrum warna pelangi, perkembangan manusia juga ditandai dengan satu oktaf warna. Dimulai dari masa merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu, indigo (nila) dan putih.” Urai dr. Erwin.

Warna-warna tersebut mewakili cakra-cakra yang terdapat dalam tubuh eterik manusia. Cakra ini semacam corong energi yang letaknya di seluruh bagian tubuh, dari tubuh bagian bawah sampai kepala. Cakra berwarna merah berada paling bawah dan cakra berwarna putih di bagian paling atas atau ubun ubun kepala. Cakra ini berfungsi untuk menyerap energi dari luar atau memancarkan energi dari dalam tubuh.

Pada awal perkembangan manusia, cakra yang paling aktif adalah cakra berwarna merah. Pada jaman cakra merah manusia sangat aktif, manusia masih hidup nomaden di gua-gua, makan dari daging binatang buruannya tanpa dimasak dan sebagainya. Kebutuhan dasar manusia pada jaman tersebut hanya seputar survival saja. Manusia masih hidup mengandalkan insting dasar mereka. Pada masa inilah awal diketemukannya api.

Perkembangan selanjutnya cakra tubuh manusia mulai aktif di sekitar cakra berwarna kuning. Cakra ini terletak di bagian perut. Manusia mulai menyadari arti penting dari movement. Kadang mereka harus bergerak dari kampung suku yang lama membuat kampung suku yang baru. Dalam kebutuhan bergerak ini kadang mereka harus membawa barang yang tidak sedikit. Jaman-jaman mereka melakukan eksodus disebut jaman kuning. Dalam jaman ini perkembangan teknologi sederhana seperti roda mulai ditemukan, namun kecerdasan manusia belum mengalami kemajuan berarti.

Lepas dari jaman kuning, manusia mulai memasuki masa biru. Cakra berwarna biru yang terletak di tubuh bagian atas (antara leher dan dada) lebih dominan. Manusia yang lahir pada jaman biru mempunyai kelebihan pemikiran. Orang sudah mulai menggunakan nalarnya. Pada masa biru, ilmu dan teknologi berkembang luar biasa. Bahkan boleh dibilang jaman ini adalah jaman revolusi teknologi. Mesin-mesin mulai bermunculan. Bola lampu, listrik atau penemuan besar yang menjadi awal peradaban modern dunia dimulai pada masa biru. Masa ini juga ditandai dengan lahirnya para ilmuwan semacam Einstein, Thomas Alfa Edison, James Watt, dsbnya.

Lepas jaman teknologi atau masa biru, manusia mulai memasuki jaman spiritual. Jika sebelumnya manusia hanya berkutat seputar fisik dan otak, kini manusia mulai masuk jaman yang menuntut sesuatu yang abstrak. Spiritual manusia mulai diasah. Cakra manusia mulai bergeser ke atas, tepatnya di dahi. Di sinilah terletak cakra keenam manusia yaitu cakra yang berwarna indigo. Warna indigo ini adalah percampuran warna biru dengan merah. “Di atas satu oktaf cakra manusia masih ada satu oktaf lagi. Di atas warna ungu, orang sering sebut ultra ungu.

Gabungan warna biru dengan merah dari oktaf warna atas inilah muncul warna nila atau indigo, ” jelas dr. Erwin.

ANAK-ANAK ISTIMEWA

Sesuai dengan perkembangan manusia sejak awal penciptaan, kelahiran anak indigo memang sudah menjadi sebuah kepastian. Ketika memasuki tahun 2000 di kalender masehi, kita memasuki milenium baru. Namun dari sudut perkembangan manusia, tahun 2000 menjadi titik tolak memasuki new age, jaman baru. Jaman yang disebut jaman spiritual atau jaman indigo. Para psikolog yang mendalami fenomena anak-anak indigo seperti dr. erwin menyebut milenium ini sebagai milenium spiritual. Seperti halnya pada jaman biru yang ditandai dengan kelahiran anak-anak berotak cemerlang, milenium spiritual juga ditandai dengan kelahiran anak-anak yang mempunyai kelebihan spiritual. Anak-anak yang baru lahir ini mempunyai cakra dominan warna indigo. Sebutan anak indigo diberikan oleh Nancy Ann Tappe, seorang psikolog yang mendalami anak-anak demikian ini.

Karena cakra yang dominan pada bagian dahi, jika cakra tersebut divisualkan, seolah anak indigo mempunyai mata ketiga. Namun pada realitas spiritual, anak indigo memang mempunyai mata ketiga. Dengan mata ketiga atau mata spiritual ini, anak indigo sering kali disebut orang awam sebagai anak sakti. Mereka sanggup melihat masa lalu bahkan masa depan. Dengan kemampuannya, mereka dapat melihat mahluk atau barang yang tak kasat mata seperti ruh misalnya. Dalam istilah ilmiah mereka mempunyai ESP (Extra Sensory Perception), yang dalam bahasa sehari-hari kita sebut indera ke-enam.

Meski secara fisik anak indigo tidak berbeda dengan bocah-bocah lainnya, namun secara spiritual ruh mereka telah mengalami kematangan. Tidak heran jika mereka ini kedapatan sangat bijak. Kadang berbicara seperti orang tua dengan hikmat luar biasa. Menasehati orang yang lebih tua dengan kata-kata bijak yang tidak mungkin diucapkan oleh bocah seusianya. Bahkan orang tuanya sekalipun kalah bijak dengan anak indigo ini. Lalu kenapa ada anak terlahir dengan kematangan spiritual melebihi orang awam ? Semua bertolak dari proses reinkarnasi. Para psikolog yang mendalami masalah indigo percaya, proses reinkarnasi benar-benar ada. Anak-anak indigo ini adalah adalah ruh yang telah berkali-kali mengalami inkarnasi. Lewat
proses inkarnasi yang berulang inilah ruh-ruh mereka belajar dan mengalami penuaan jiwa (old soul). Tidak heran jika kemudian anak-anak dengan old soul ini sanggup melihat masa lalunya sendiri atau kehidupan past life orang lain. Dr. Erwin mencontohkan, seorang anak indigo telah melihat masa lalunya sebagai orang Amerika yang dahulu meninggal karena pesawatnya jatuh.

EVOLUSI SPIRITUAL

Terlepas dari segala kelebihan anak – anak indigo, mereka diyakini datang ke planet ini dengan membawa misi. Seperti halnya para ilmuwan di jaman biru yang merobah dunia dengan teknologi, anak indigo akan merombak dunia dengan terlebih dahulu menata spiritual manusia. Seperti diketahui, dalam kehidupan beragama setiap umat mempunyai dimensi spiritual yang dirayakan dengan cara-cara yang disebut ritual. Ada kalanya ritual ini malah bertentangan dengan esensi / hakekat spiritual itu sendiri seperti cinta kasih, perdamaian, kejujuran, tolong menolong, dll. Kadang dalam ritual agama, ada pandangan yang menghalalkan darah dari kelompok lain, mengkafirkan orang lain, mengorbankan darah, berperang atas nama agama, dll. Di sinilah peran anak-anak indigo untuk membereskan semua ini. Tatanan yang tidak sesuai dengan esensi spiritual akan dirombak sampai akhirnya muncul masa kedamaian.

Sebelum masa milenium spiritual dimulai, sebenarnya sudah lahir anak-anak indigo. Namun jumlahnya tidak sebanyak sekarang. Mereka saat ini berumur 30-an tahun dan sering disebut “van guard” (pendahulu). Layaknya sebuah pasukan, van guard ini menjadi intel. Mereka membaca keadaan dunia sebelum akhirnya lahir anak-anak indigo dalam jumlah yang banyak di berbagai belahan bumi. Anak-anak indigo ini menjadi pasukan “penyerang”. Dengan kematangan spiritual yang dimiliki, meerka merombak tatanan sosial yang rusak. Perilaku umat manusia
yang mengabaikan sifat-sifat mulia Sang Pencipta perlahan-lahan akan dikikis habis. Pekerjaan anak indigo ini akan berakhir dengan munculnya kedamaian di seluruh bumi. Namun proses perkembangan jaman belum usai. Anak-anak indigo hanya mempersiapkan jalan bagi munculnya era berikutnya. Setelah keberhasilan “pasukan penyerang” ini, muncullah anak-anak kristal (Crystal Children).

Anak kristal menjadi semacam “pasukan pendudukan”. Mereka mempunyai kelebihan layaknya indigo children namun tidak mempunyai daya untuk melawan. Tugas mereka adalah menjaga perdamaian dan membangun segala sesuatu yang rusak akibat pertempuran anak indigo dengan tatanan dunia lama. Dalam usianya yang masih aangat belia, anak kristal bijak laksana pandita. Tidak ada kata-kata kasar, makian, umpatan yang keluar dari mulut mereka. Mereka hanya mempunyai kemampuan membangun. Seperti van guard indigo, anak-anak kristal juga mempunyai van guardnya sendiri. Menurut dr. Erwin, seorang anak kristal telah terlahir di China dari seorang ibu yang terjangkit HIV/AIDS. Ajaibnya dalam usia 6 bulan, virus HIV yang menjangkiti anak kristal ini hilang dengan sendirinya.

Ada 4 tipe anak indigo dengan kelebihan masing-masing. Tipe pertama adalah tipe interdimensional yakni anak indigo yang memiliki ketajaman indera keenam. Ada pula tipe artis. Anak indigo dari tipe ini amat menonjol di bidang seni dan sastra. Lalu tipe humanis yang mempunyai kelebihan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Biasanya mereka menggunakan kemampuannya untuk menolong orang lain. Tipe terakhir adalah tipe konseptual. Mereka amat menonjol dalam merancang suatu program. Misalnya dalam rangka menyelamatkan perusahaan yang akan bangkrut atau membuat usaha baru yang booming dan mandatangkan keuntungan finansial bagi banyak orang.

BISA DILATIH

Tapi apakah kemampuan spiritual anak indigo bisa dipelajari ? Khusus untuk kemampuan indra keenam mereka, dr. Erwin memastikan bisa. Menurutnya manusia diciptakan dalam 3 bagian. Pertama diciptakan dalam bentuk ruh yang menjadi dasar kehidupan manusia. Lalu ruh ini dibuatkan solar body (tubuh matahari). Disebut tubuh matahari karena memang terbuat dari energi cahaya matahari. Tubuh matahari inilah yang sebut tubuh cahaya, tubuh eterik atau tubuh halus, karena tidak terlihat oleh mata biasa. Tubuh halus ini kemudian divisualkan
dengan tubuh kasar manusia.

Dengan menggunakan kemampuan tubuh halus, manusia bisa memperoleh indera keenam. Dengan latihan khusus, anak biasa pun bisa memancarkan aura indigo. Disinilah kelebihan anak indigo. Mereka secara otomatis memancarkan aura indigo sejak lahir. Inti latihan kepekaan tubuh halus ini selalu bermuara pada relaksasi, mengistirahatkan tubuh kasar kita. Bisa dengan yoga, meditasi atau kegiatan sejenis. Dalam kegiatan ini sebenarnya kita berlatih untuk mengenal diri sendiri dan Sang Pencipta secara spiritual, tanpa terbelenggu oleh ritual tertentu. Namun anda jangan berharap kesaktian lebih dari latihan semacam ini karena kepekaan indera keenam seseorang tidak sama dengan orang lain. Ada yg peka sampai bisa melihat, mendengar, ada yg bisa meraba atau berkomunikasi melalui tulisan.

Pada anak kecil yang non indigo, sebenarnya mereka pun mempunyai kepekaan indera keenam. Namun kepekaan ini berkurang seiring dengan penggunaan otak kiri yang mulai intens, biasanya pada saat masuk sekolah. Sekolah-sekolah di Indonesia mengikuti pelajaran ala Barat. Dari awal masuk sekolah sudah diajari olahraga (otot) dan matematika (otak). Padahal sistem pendidikan kita dulu berbeda dengan mereka. Dahulu selain otot dan otak juga diajari kata-kata mutiara dan samadhi (relaksasi, mengistirahatkan otot dan otak). Tujuannya tetap menjaga kepekaan indera keenam. Itulah sebabnya kadang kala ada dukun yang memanfaatkan anak kecil untuk mendeteksi letak mahluk halus atau melihat perbuatan seseorang di masa lampau lewat ritual yang dilakukan si dukun.